Elektabilitas Puan di Posisi Buncit, PDIP: Pasang Baliho Bukan Kepentingan Elektoral

Jum'at, 13 Agustus 2021 | 16:06 WIB
Elektabilitas Puan di Posisi Buncit, PDIP: Pasang Baliho Bukan Kepentingan Elektoral
Ilustrasi Baliho. (Instagram/bangkit_mfc)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baliho hingga billboard Ketua DPR RI Puan Maharani yang marak ternyata tak berpengaruh dengan elektabilitas sebagai modal jelang Pilpres 2024. Hal itu diketahui berdasarkan hasil survei terbaru Charta Politika Indonesia.

Menanggapi hal itu Politisi PDIP, Arteria Dahlan, angkat bicara dan menilai tidak ada kaitannya antara baliho dengan elektoral. Menurutnya, pemasangan baliho memang tidak ditujukan untuk kepentingan elektoral.

"Ya yang keliru yang mengaitkan baliho dengan kepentingan elektoral, kalau baliho Mba Puan dari awal memang tidak ditujukan dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan elektoral," kata Arteria kepada wartawan, Jumat (13/8/2021).

Menurutnya, tidak perlu ada survei yang mengukur soal ada atau tidaknya efek elektoral dari baliho Puan. Ia mengaku sudah tahu cara untuk menaikan elektabilitas namun bukan dengan baliho.

Baca Juga: Rocky Gerung Puji Jokowi Politikus Lihai, Lepas dari Kendali Megawati

"Kami pasang baliho untuk naikkan elektabilitas? Teori dari mana itu? Makanya jangan berburuk sangka, enggak usah tanya sama konsultan politik dan pakar-pakar yang ahli di marketing politik, kita sangat paham instrumen-instrumen untuk meningkatkan elektabilitas itu apa saja, pastinya bukan baliho," tuturnya.

Kemudian Arteria mengklaim Puan sudah punya modal keterkenalan di masyarakat.

Menurutnya, Puan sudah terkenal semenjak menjadi Menko PMK.

"Insya Allah beliau sudah dikenal. Jadi enggak perlu mengenalkan beliau lewat baliho. Nah pertanyaan seperti itu mungkin lebih relevan ke orang lain. Mba Puan sedang fokus," tuturnya.

Lebih lanjut, Anggota Komisi III DPR RI itu pun mempertanyakan mengapa baliho-baliho Puan dipermasalahkan. Ia menyinggung soal pihak yang melakukan pemasangan baliho lebih dulu dari pada Puan.

Baca Juga: Warganet Geger! Ganjar Pranowo Dirumorkan Duet dengan KSAD Andika Perkasa di Pilpres 2024

"Kalau mau jujur saja sama diri sendiri, ngerasa enggak sih, dulu ada yang sudah banyak pasang baliho dan main medsos, begitu mereka kalah panggung, issuenya digeser ke yang lain. Bawa-bawa mengatasnamakan rakyatlah, padahal baliho-baliho yang dan medsos-medsos yang sempat diviralkan kemarin kurang apa tendensinya ke pilpres?," tandasnya.

Elektabilitas Puan

Untuk diketahui, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menjelaskan, dalam survei terbaru yang dilakukan pihaknya Puan dan Airlangga berada di urutan paling buncit dari 10 nama yang dilakukan simulasi elektabilitas.

"Ternyata ketika diuji di 10 nama berada di peringkat terbawah. Ada Puan Maharani 1,4 persen dan Airlangga 1 persen," kata Yunarto dalam paparannya yang disiarkan secara daring, Kamis (12/8/2021).

Yunarto mengatakan, dengan hasil itu maraknya baliho Puan dan Airlangga dimana-mana ternyata tak terbukti dan linear dengan elektabilitas.

Ia pun menjelaskan sejumlah faktor perolehan elektabilitas keduanya berada di bawah meski balihonya marak dan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Pertama, tingkat pengenalannya tidak naik secara masif.

"Pertanyaannya, jangan-jangan ramai ini hanya di kota-kota besar, tapi tidak sampai masuk ke pelosok-pelosok sehingga kemudian biasanya akan mentok tingkat pengenalannya di 60 persenan. Karena Indonesia itu sangat besar, mau seberapa banyak memasang baliho tapi gak menjangkau daerah-daerah terpencil tingkat pengenalannya tidak akan lebih dari 60 persen," ungkapnya.

Kemudian faktor yang kedua, Yunarto menyampaikan, maraknya baliho belum tentu dengan membuat tingkat kesukaan orang meningkat.

"Kita menemukan di daerah, poster yang ditempel di rumah masyarakat itu bisa menyebalkan, meninggalkan bekas kotor. Ini ada hal-hal yang dapat menjadi efek bumerang atau ada variabel lain kemudian ketika ada kondisi yang tidak cukup tepat," katanya.

"Jadi saya pribadi melihat ini sebagai kesalahan pendekatan konservatif yang bisa dilakukan dalam kondisi normal, bukan dalam situasi anomali seperti musibah saat ini yang malah membawa efek berat," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI