Kisah Kakek Hidup Sendiri Usai Istri Meninggal: Umur Saya Ini Dekat dengan Kematian

Siswanto Suara.Com
Kamis, 12 Agustus 2021 | 19:11 WIB
Kisah Kakek Hidup Sendiri Usai Istri Meninggal: Umur Saya Ini Dekat dengan Kematian
Ilustrasi lansia [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kakek Ismail yang kini memasuki usia 72 tahun hidup sendirian. Pada 27 Juli 2021 lalu, istri tercinta meninggal dunia akibat terpapar Covid-19.

Ismail menyimpan harapan bisa tinggal di Lingkungan Pondok Sosial milik Pemerintah Kota Surabaya. Dia berharap di sana akan mendapatkan kebahagiaan.

Dia tinggal di sebuah kamar kos berukuran 3X4 meter persegi yang terletak di Jalan Tambak Pring Barat I, nomor 46, RT 3, RW 8, Asemrowo, Surabaya, Jawa Timur.

Semenjak istrinya dimakamkan di TPU Keputih, dia benar-benar hidup kesepian. Kalau malam hari, dia kesulitan untuk memejamkan mata.

Baca Juga: Warga Baratajaya Surabaya Demo Tolak Gedung SDN Dipakai untuk Isoman

“Kadang pagi saya jalan-jalan di kampung. Sekadar cari udara segar. Alhamdulillah kaki masih kuat, mas. Hanya napas kadang terasa sesak dan berat. Kalau siang ya duduk-duduk di dalam kamar saja,” kata Ismail dalam laporan Beritajatim, Kamis (12/8/2021).

Di kamar kos yang ditinggali Ismail terdapat sebuah televisi sumbangan warga.

Dia sudah tidak bekerja. Dia sangat bersyukur untuk memenuhi kebutuhan makan mendapat bantuan dari kecamatan. Setiap pagi mendapat dua kotak nasi untuk makan dua kali dan setiap sore hari satu kotak nasi lagi.

“Kadang ada tetangga yang datang memberi saya air, buah, dan sebagainya. Saya sangat berterima kasih, warga sekitar sangat peduli. Bahkan saat istri saya meninggal, tujuh harinya sempat digelarkan selametan (tradisi Jawa kirim doa untuk orang meninggal) sama warga,” katanya sembari menitikan air mata.

Merasa dilupakan anak

Baca Juga: Sejarawan Sebut Hari Jadi Surabaya Bukan 31 Mei, Wakil Walkot: Kami Siap Digugat

Ismail sebenarnya memiliki enam anak, empat perempuan dan dua lelaki. Tapi, kedua anak lelakinya sudah lama meninggal dunia.

Sedangkan anak-anak perempuan Ismail sudah berkeluarga semua, ada yang tinggal di Jember, Palembang, dan Jakarta.

Dia mengaku sudah lama tidak bisa berhubungan dengan anak-anaknya.

“Anak-anak saya sudah coba dihubungi, dibantu oleh warga beberapakali, tapi tetap tidak terhubung. Sudah lama tidak ketemu. Terakhir tahun 2012 saat menghadiri nikahan anak saya yang bungsu. Sampai sekarang belum pernah ketemu lagi,” katanya.

Ismail merasa sudah tidak dianggap ayah lagi sama anak-anaknya. Dia dicap sebagai bapak tiri. Padahal Ismail adalah ayah kandung mereka semua.

Meski demikian, Ismail tidak mempermasalahkan. Dia hanya ingin berdamai dengan masa tuanya.

“Kalau ada tempat yang mau menampung dan merawat saya, saya alhamdulillah akan sangat bersyukur. Karena di Surabaya ini saya tidak punya saudara. Usia saya sudah tua, sulit bekerja, sudah tidak kuat ngamen seperti sebelumnya,” katanya.

Ismail mendengar bahwa dia akan dibawa ke Liponsos. Kabar itu didapatkan setelah dia mendapat perawatan di RS Lapangan Tembak karena terpapar Covid-19.

Di kos, dia menunggu kabar tersebut menjadi kenyataan. Dia akan sangat senang pindah ke Liponsos karena yakin akan banyak teman.

“Andai benar seperti itu saya tidak menolak. Tak perlu menunggu 40 hari istri saya. Barangkali di sana saya ada teman bicara. Barangkali di tempat baru itu bisa saya habiskan dengan memohon ampun. Umur saya ini sangat dekat dengan kematian, saya hanya ingin diberi sisa umur yang cukup untuk bertaubat,” kata Ismail.

Ketua LPMK Asemrowo Moch Widodo mengaku prihatin dengan keadaan Ismail.

Dia mengatakan akan berkoordinasi dengan Kecamatan Asemrowo agar keinginan Ismail bisa segera ditindaklanjuti.

“Saya berempati. Siapa yang sanggup hidup sendirian di usia yang sudah tidak muda lagi. Apalagi belum lama ditinggal istri. Beliau selayaknya dibawa ke Liponsos, karena di sana juga sebagai tempat dengan fasilitas penunjang untuk lansia,” kata dia.

REKOMENDASI

TERKINI