Pemerintah Afghanistan di Ambang Runtuh, Taliban Bisa Rebut Ibu Kota Kabul Dalam 90 Hari

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 12 Agustus 2021 | 13:46 WIB
Pemerintah Afghanistan di Ambang Runtuh, Taliban Bisa Rebut Ibu Kota Kabul Dalam 90 Hari
Taliban telah mengintensifkan kampanyenya untuk mengalahkan pemerintah yang didukung AS ketika pasukan asing menyelesaikan penarikan mereka setelah 20 tahun perang [Abdul Khaliq Achakzai / Reuters]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Milisi Taliban dapat merebut ibu kota Afghanistan, Kabul, dalam waktu 90 hari setelah mereka bangkit kembali dan membuat lebih banyak kemajuan di seluruh negeri, ujar pejabat pertahanan Amerika Serikat (AS).

Pejabat pertahanan AS, yang berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim pada Rabu (11/8/2021) waktu setempat, mengatakan penilaian baru tentang berapa lama Kabul dapat bertahan adalah hasil dari kemajuan cepat Taliban setelah pasukan asing pimpinan AS pergi.

"Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti," tambah pejabat itu, seraya mengatakan bahwa pasukan keamanan Afghanistan dapat membalikkan momentum dengan melakukan lebih banyak perlawanan.

Kelompok Taliban sekarang menguasai 65 persen wilayah Afghanistan dan akan mengambil alih 11 ibu kota provinsi, kata seorang pejabat senior Uni Eropa, Selasa.

Baca Juga: Taliban Kuasai Kembali Afganistan, Anak-anak Ikut Jadi Korban Kekerasan

Faizabad, di provinsi timur laut Badakhshan, pada Rabu menjadi ibu kota provinsi kedelapan yang direbut oleh Taliban.

Pertempuran sangat intens di kota Kandahar, kata seorang dokter yang berbasis di provinsi Kandahar selatan.

Kandahar menerima sejumlah mayat pasukan Afghanistan dan beberapa Taliban yang terluka.

Semua pintu gerbang ke Kabul, terletak di lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, dipenuhi warga sipil yang melarikan diri dari kekerasan, kata sumber keamanan Barat.

Sulit untuk mengatakan apakah kelompok Taliban juga berhasil melewatinya, kata sumber itu.

Baca Juga: Taliban Makin Ganas, Presiden AS Minta Afganistan Berjuang Sendiri

"Ketakutannya adalah pelaku bom bunuh diri memasuki markas diplomatik untuk menakut-nakuti, menyerang, dan memastikan semua orang pergi secepat mungkin," katanya.

Taliban ingin mengalahkan pemerintah yang didukung AS dan menerapkan kembali hukum Islam yang ketat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price mengatakan serangan itu bertentangan dengan semangat kesepakatan 2020.

Taliban berkomitmen untuk melakukan pembicaraan tentang kesepakatan damai yang akan mengarah pada "gencatan senjata permanen dan komprehensif," kata Price pada Rabu.

"Semua indikasi setidaknya menunjukkan bahwa Taliban malah mengejar kemenangan di medan perang."

"Menyerang ibu kota provinsi dan menargetkan warga sipil tidak sesuai dengan semangat kesepakatan," katanya.

PBB mengatakan lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam sebulan terakhir, dan Komite Internasional Palang Merah mengatakan bahwa sejak 1 Agustus sekitar 4.042 orang yang terluka telah dirawat di 15 fasilitas kesehatan.

Taliban membantah menargetkan atau membunuh warga sipil dan menyerukan penyelidikan independen.

Kelompok itu "tidak menargetkan warga sipil atau rumah mereka di wilayah mana pun, melainkan operasi telah dilakukan dengan sangat presisi dan hati-hati," kata juru bicara Taliban Suhail Shaheen dalam sebuah pernyataan pada Rabu.

Pembicaraan Damai

Lepasnya Faizabad ke tangan Taliban merupakan kemunduran terbaru bagi pemerintahan Presiden Ashraf Ghani, yang terbang ke Mazar-i-Sharif untuk mengumpulkan panglima perang untuk mempertahankan kota terbesar di utara itu saat pasukan Taliban semakin mendekat.

Selama bertahun-tahun Ghani mengesampingkan para panglima perang saat dia mencoba memproyeksikan otoritas pemerintah pusatnya atas provinsi-provinsi yang bandel.

Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Selasa bahwa dia tidak menyesali keputusannya untuk menarik mundur pasukan AS dari Afghanistan dan mendesak para pemimpin Afghanistan untuk memperjuangkan tanah air mereka.

Washington telah menghabiskan lebih dari 1 triliun dolar AS selama 20 tahun dan kehilangan ribuan tentara AS.

Washington terus memberikan dukungan serangan udara, makanan, peralatan, dan gaji yang signifikan kepada pasukan Afghanistan, katanya.

Afghanistan "perlu menentukan ... apakah mereka memiliki kemauan politik untuk melawan dan apakah mereka memiliki kemampuan untuk bersatu," kata sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki. (Sumber: Antara/Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI