Suara.com - Setidaknya 27 anak tewas di Afghanistan dalam tiga hari di tengah pertempuran sengit antara Taliban dan pasukan pemerintah, kata PBB.
Lembaga anak-anak PBB, Unicef, mengatakan mereka terkejut dengan "kekerasan parah terhadap anak-anak yang meningkat pesat".
Taliban menguasai banyak wilayah di Afghanistan setelah penarikan pasukan asing. Kelompok itu telah merebut enam ibu kota daerah sejak hari Jumat (06/09).
Mereka menolak seruan internasional untuk gencatan senjata.
Baca Juga: Taliban Makin Ganas, Presiden AS Minta Afganistan Berjuang Sendiri
Lebih dari 1.000 warga sipil terbunuh akibat konflik tersebut dalam satu bulan terakhir.
Dalam pernyataan pers pada Senin (09/09), Unicef mengatakan tindakan kekejaman yang dilakukan terhadap anak-anak "bertambah dari hari ke hari".
Angka 27 kematian anak dicatat di tiga provinsi - Kandahar, Khost, dan Paktia. Sekitar 136 anak lainnya terluka di wilayah-wilayah ini dalam tiga hari terakhir, kata Unicef.
"Afghanistan sudah lama menjadi salah satu tempat terburuk di Bumi bagi anak-anak namun dalam beberapa pekan terakhir dan, bahkan, 72 jam terakhir, itu telah menjadi lebih buruk lagi," kata Samantha Mort dari Unicef Afghanistan kepada BBC.
Anak-anak terbunuh dan terluka akibat bom-bom di pinggir jalan dan dalam baku tembak. Seorang ibu berkata kepada Unicef bahwa keluarganya sedang tidur ketika rumahnya dihantam pecahan peluru meriam, yang mengakibatkan kebakaran dan membuat putranya yang berusia 10 tahun mengalami "luka bakar yang mengerikan".
Baca Juga: Afghanistan Kembali Kacau Setelah AS Tarik Pasukan, Warga Sipil Dihantui Ketakutan
Banyak anak juga tidur di luar setelah mengungsi dari rumah mereka.
Unicef meminta kedua pihak yang berseteru untuk memastikan anak-anak dilindungi.
Kekerasan terus meningkat
Kekerasan meningkat di seluruh Afghanistan setelah pasukan asing yang dipimpin AS ditarik usai menjalankan operasi militer selama 20 tahun.
Taliban dengan cepat merangsek dan merebut sebagian besar daerah di pedesaan, dan sekarang menyasar kota-kota.
Taliban dilaporkan telah menguasai kota Kunduz di utara, dalam kemenangan mereka yang paling signifikan sejak Mei.
Kota berpopulasi 270.000 orang itu dianggap sebagai pintu gerbang menuju provinsi-provinsi di utara yang kaya akan mineral. Lokasinya strategis karena dekat perbatasan dengan Tajikistan, yang dimanfaatkan untuk menyelundupkan opium dan heroin.
Kunduz juga signifikan secara simbolis bagi Taliban karena merupakan benteng pertahanan penting di utara sebelum 2001. Para militan sempat dua kali menguasai kota itu pada 2015 dan 2016 namun tidak pernah mempertahankannya untuk waktu yang lama.
Pemerintah Afghanistan mengatakan pasukan keamanan masih bertempur di kota tersebut.
Kota Zaranj di barat daya merupakan ibu kota daerah pertama yang jatuh ke tangan Taliban dalam serangan besar-besaran.
Kota-kota Shebergan, Sar-e-Pul, Taloqan, dan Aybak di utara juga sekarang dilaporkan berada di bawah kendali Taliban.
Para pemberontak itu memasuki Aybak, ibu kota provinsi Samangan, tanpa perlawanan setelah para tetua masyarakat meminta supaya tidak ada lagi kekerasan di kota itu, kata deputi gubernur Sefatullah Samangani kepada kantor berita AFP.
"Gubernur menerima dan menarik semua pasukan dari kota itu," ujarnya.
Tolo News dan Shamshad TV juga melaporkan di Twitter bahwa pasukan Afghanistan telah mundur dari kota Aybak tanpa pertempuran. Belum ada pernyataan langsung dari pihak tentara.
Di tempat lain, pesawat-pesawat AS dan Afghanistan telah melancarkan serangan udara, yang belum berhasil menghentikan pergerakan Taliban namun pemerintah Afghan mengatakan puluhan kombatan dari kelompok itu telah tewas.
Pertempuran sengit dilaporkan terjadi di Pul-e-Khumri dan Mazar-e-Sharif, pusat perdagangan di perbatasan dengan Uzbekistan. Para komandan tentara mengatakan mereka telah memukul mundur militan dari pinggiran kota.
Pada Senin pagi (09/09) ledakan keras terdengar di luar kantor polisi di kota Lashkar Gah di selatan, tempat pasukan pemerintah dan Taliban telah bertempur selama lebih dari seminggu.
Warga mengatakan sekitar 20 warga sipil tewas dalam dua hari terakhir, dan sebuah sekolah dan sebuah klinik hancur.
Perebutan sejumlah kota dan pertempuran sengit yang terus berlangsung di kota-kota lainnya telah mengakibatkan ribuan warga sipil mengungsi. Banyak keluarga, beberapa dengan anak-anak kecil dan perempuan hamil, meninggalkan rumah mereka dan pergi ke ibu kota, Kabul.
Departemen Pertahanan AS pada hari Senin mengatakan situasi keamanan di Afghanistan "tidak bergerak ke arah yang benar", namun pasukan keamanan Afghanistan mampu melawan Taliban.
"Ini adalah pasukan militer mereka, ini adalah ibu kota provinsi mereka, rakyat mereka sendiri yang mereka lindungi dan ini akan tergantung pada kepemimpinan yang sanggup mereka tunjukkan di sini pada saat ini," kata juru bicara Dephan AS John Kirby.