Suara.com - Facebook menutup ratusan akun yang mendiskreditkan vaksin covid-19. Akun-akun itu memunyai hubungan dengan perusahaan iklan yang membayar para pemengaruh alias influencer untuk menjelek-jelekkan vaksin.
Jaringan yang melibatkan 65 akun Facebook dan 243 akun Instagram yang berhasil ditelusuri adalah milik Fazze, sebuah perusahaan iklan dan pemasaran yang berasal dari Rusia yang bekerja untuk klien yang tidak diketahui namanya.
Jaringan itu menggunakan akun palsu untuk menyebarkan informasi tidak benar yang mempertanyakan keamanan vaksin Pfizer dan AstraZeneca.
Salah satu akun mengatakan suntikan vaksin AstraZeneca bisa membuat manusia berubah menjadi simpanse.
Baca Juga: Biar Mobil Elektrik Makin Diminati, Pemerintah Rusia Beri Subsidi Harga 25 Persen
Akun-akun palsu tersebut menyasar pengguna di India, Amerika Latin dan juga sebagian kecil di Amerika Serikat, menggunakan beberapa platform media sosial termasuk Facebook dan Instagram.
Rusia secara aktif memasarkan vaksin buatan mereka, Sputnik V di luar negeri, hal yang menurut para analis adalah usaha Rusia untuk menunjukkan kekuatan geopolitik mereka.
Namun, perwakilan Facebook tidak memberikan keterangan perihal latar belakang di balik usaha menjatuhkan nama vaksin Pfizer dan AstraZeneca tersebut.
Jaringan Fazze juga menghubungi para influencer media sosial di beberapa negara dengan tawaran bayaran bila mereka mau memposting hal-hal yang buruk mengenai vaksin tersebut.
Usaha tersebut kemudian muncul ke permukaan setelah para influencer di Jerman dan Prancis mengungkapkan adanya tawaran tersebut.
Baca Juga: Terungkap, Ini Vaksin Covid-19 Paling Efektif Lawan Varian Delta
Selain menutup akun-akun milik jaringan tersebut, Facebook juga sekarang melarang Fazze dari platform tersebut.
Kiriman pesan untuk mendapatkan tanggapan dari Fazze belum berhasil diperoleh sampai hari Selasa (10/08).
Usaha Fazze sendiri tidak mendapat banyak sambutan di dunia maya, bahkan beberapa postingan tidak mendapat satu reaksi pun.
Menurut kepala bagian kebijakan keamanan Facebook, Nathaniel Gleicher, walau kampanye yang dilakukan Fazze tidak mendapatkan banyak sambutan, namun tindakan mereka menarik perhatian karena berusaha mempengaruhi para influencer.
"Meski cara membuatnya ceroboh dan tidak berdampak banyak, tindakan ini dilakukan dengan sengaja," kata Nathaniel Gleicher, dalam jumpa pers viritual ketika Facebook mengumumkan langkah yang mereka ambil.
Seiring dengan kemampuan perusahaan media sosial mendeteksi dan menghapus akun palsu, kampanye tentang disinformasi juga harus disesuaikan.
Membayar para influencer untuk memposting sesuatu akan mempermudah diseminasi informasi di kalangan pengikut mereka, tapi dalam waktu bersamaan bisa saja para influencer menolak atau, seperti dalam kasus ini, malah diungkapkan ke publik.
Facebook mengatakan beberapa influencer sempat memposting informasi negatif tersebut, namun kemudian menghapusnya setelah cerita mengenai jaringan Fazze muncul ke permukaan.
Influencer Prancis yang aktif di YouTube, Léo Grasset, termasuk salah seorang yang dikontak oleh Fazze.
Dia mengatakan kepada kantor berita AP di bulan Mei bahwa dia diminta memposting video dengan durasi 45 sampai 60 detik di Instagram, TikTok atau YouTube yang mengkritik tingkat kematian akibat vaksin Pfizer.
Ketika Grasset meminta Fazze menjelaskan siapa klien mereka, Fazze menolak.
Grasset kemudian menolak tawaran tersebut dan kemudian mengungkapkan kepada publik.
Tawaran dari Fazze adalah agar influencer tidak mengatakan bahwa mereka dibayar, dan juga menyarankan agar mereka mengkritik pelaporan media tentang dengan vaksin.
"Terlalu banyak hal yang aneh," katanya.
"Saya memutuskan untuk menolak melakukannya."
AP
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.