Suara.com - Tradisi jamasan slambu (tirai) penutup makam Pangeran Samodro tetap diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Tradisi turun temurun yang disebut Nglarap Slambu dilaksanakan di kompleks wisata Gunung Kemuskus, Pendem, Sumberlawang.
Penyelenggara acara tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Dalam laporan Solopos dijelaskan, air bekas jamasan atau cucian slambu biasanya menjadi rebutan masyarakat yang mengharapkan datangnya keberhakahn. Namun, pada ritual 1 Sura pada Selasa (10/8/2021) tak ada orang yang berebut air.
Prosesi Nglarap Slambu dilaksanakan hanya sekitar 45 menit dan diikuti sekitar 20 orang.
Penonton hanya warga sekitar, kurang lebih 10 orang. Proses pelepasan slambu dimulai pukul 07.00 WIB dan selesai pada pukul 07.45 WIB.
Acara Nglarap Slambu sudah menjadi agenda wisata dari Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Sragen. Penyelenggaraan tradisi turun temurun ini sebelum masa pandemi, menjadi magnet bagi warga luar Sragen untuk datang ngalap (mencari) berkah.
Mereka tak sekadar mencari air bekas cucian slmabu, tetapi slambu bekas yang sudah dicuci pun mereka buru karena dipercaya mendatangkan keberkahan. Slambu bekas yang sudah dicuci sebagian dipasang kembali dan sebagian yang rusak diganti dengan yang baru.
“Proses ritual Nglarap Slambu tahun ini sangat sederhana dan waktunya memang dipercepat. Prosesinya, slambu yang dicopot kemudian dikirap menuruni bukit untuk dicuci di perairan Waduk Kedung Ombo. Kalau dulu kirabnya sampai waduk jalan kaki, sekarang dinaikkan mobil Polsek sehingga cepat. Setelah dicuci di waduk kemudian dibawa ke tempat jamasan untuk dibilas,” ujar Kepala Dispora Sragen I. Yusep Wahyudi kepada Solopos.com.
Yusep menambahkan pembilasan slambu di Gunung Kemukus dilakukan oleh sejumlah tokoh.
Baca Juga: Kisah Ritual Seks Bebas di Gunung Kemukus Hingga Ajak PSK ML di Makam Raja Majapahit
Yusep memulai awal pembilasan kemudian diikuti camat Sumberlawang, kapolsek Sumberlawang, danramil Sumberlawang, dan juru kunci Makam Pangeran Samodro.