Pandemi Bikin Masyarakat Kian Teralienasi: Ada yang Lebih Baik Mati hingga Coba Lukai Diri

Selasa, 10 Agustus 2021 | 11:08 WIB
Pandemi Bikin Masyarakat Kian Teralienasi: Ada yang Lebih Baik Mati hingga Coba Lukai Diri
Pandemi Bikin Masyarakat Kian Teralienasi: Ada yang Lebih Baik Mati hingga Coba Lukai Diri. Ilustrasi kesepian. [Suara.com/Fakhri Hermansyah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Into The Light, lembaga yang fokus dalam upaya pencegahan bunuh diri remaja Indonesia mengungkapkan, pada masa pandemi Covid-19, 98 persen orang merasakan kesepian dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan dua dari lima orang di antaranya sempat merasa lebih baik mati dan berkeinginan melukai dirinya sendiri.

Temuan itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan Into The Light bekerja sama dengan Change.org pada Mei-Juni 2021 lalu. Adapun jumlah partisipannya 5.211 orang yang mayoritas berdomisili di enam provinsi Pulau Jawa, dan terdiri dari beberapa latar belakang seperti jenis kelamin, usia, kondisi disabilitas, ketertarikan seksual dan status HIV.

“Berdasarkan hasil survei, kami temukan hampir semua partisipan merasa kesepian dalam sebulan terakhir,” kata Benny Prawira Siauw, pendiri Into The Light saat dihubungi Suara.com, beberapa waktu lalu.

Benny menjelaskan, perasaan kesepian ditemukan merata di seluruh anggota kelompok umur, area domisili, suku, riwayat pendidikan, pekerjaan, agama, jenis kelamin, ketertarikan seksual, status HIV dan disabilitas. Persentasenya 95 persen sampai 100 persen anggota setiap kelompok.

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin Akui Testing dan Tracing Covid-19 Indonesia Masih Rendah

Ilustrasi, gejala kesehatan mental saat pandemi. (Envato)
Ilustrasi, gejala kesehatan mental saat pandemi. (Envato)

Sehingga secara keseluruhan, 98 persen partisipan merasakan kesepian dalam sebulan terakhir. Bahkan dua sampai lima orang di antaranya merasa lebih baik mati dan berkeinginan melukai dirinya sendiri dalam dua minggu terakhir.

Selain itu, lebih dari setengah partisipan dari kelompok minoritas seksual dan gender pernah berpikir lebih baik mati dan juga berkeinginan melukai dirinya sendiri dalam dua minggu terakhir.

Kendati demikian, Benny mengatakan belum ada penelitian atau laporan yang menyebutkan angka kasus bunuh diri mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19.

“Sayangnya kami tidak punya data dasar untuk dibandingkan dari masa sebelum dan sesudah COVID-19 jadi tidak bisa bilang ada penaikan atau penurunan,” ujarnya.

Di samping itu, dari hasil survei tidak ada partisipan yang menjawab benar seluruh pertanyaan tentang fakta bunuh diri. Sebanyak 88 persen dari mereka menganggap orang pernah berpikir bunuh diri akan selalu berpikir dan berusaha bunuh diri, padahal nyatanya tidak.

Baca Juga: Luhut: Kita Mungkin Akan Hidup Bertahun-tahun ke Depan dengan Masker

Lalu, sebanyak 66 persen dari mereka menganggap bicara tentang bunuh diri akan meningkatkan risiko bunuh diri, padahal faktanya tidak demikian.

Dijelaskan, menanyakan keinginan bunuh diri kepada seseorang tidak akan memicu orang tersebut untuk mencoba bunuh diri.

“Justru, menanyakan hal tersebut dapat memberikan ruang bagi orang itu untuk menceritakan masalahnya, menindaklanjuti masalah yang dialami kepada psikolog/psikiater jika dirasa perlu, menjauhkan akses dari bahaya, serta membantu orang lain untuk menyelamatkan nyawanya,” jelas Benny.

Kemudian, dari lima ribuan partisipan didapatkan hanya 27 persen dalam waktu tiga tahun terakhir pernah mengakses layanan kesehatan mental.

Ilustrasi kesehatan mental (unsplash.com/@fairytailphotography)
Ilustrasi kesehatan mental (unsplash.com/@fairytailphotography)

Sebanyak 7 dari 10 orang dari mereka juga tidak mengetahui BPJS Kesehatan dapat menanggung biaya layanan kesehatan mental. Pada saat menghadapi masalah kesehatan mental, 69 persen dari mereka memilih menyikapinya dengan membaca kitab suci dan 64 persen memilih membicarakannya dengan keluarga.

Para partisipan meyakini anggota keluarga dan teman dekat berjenis kelamin sama dianggap lebih membantu dibanding tenaga kesehatan profesional. Padahal, tenaga kesehatan profesional lebih memiliki keahlian dan menjamin kerahasiaan. Selain itu, terkait pendampingan bagi mereka yang pernah mencoba bunuh diri, Benny mengatakan penghakiman harus dihindarkan.

“Simpan asumsi di dalam kepala kita mengenai apakah orang ini caper (cari perhatian) atau tidak, serta juga asumsi mengenai bahwa saran/nasehat/penilaian kita akan membantu orang tersebut. Sediakan diri untuk mendengarkan, lalu perhatikan keamanannya,” kata Benny.

Untuk mengetahui lebih lanjut seputar penanganan orang-orang yang pernah mencoba bunuh diri, dapat mengakses laman berikut: https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/menolong-orang-dengan-pemikiran-keinginan-bunuh-diri/.

Catatan Redaksi: Hidup seringkali sangat sulit dan membuat stres, tetapi kematian tidak pernah menjadi jawabannya. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit dan berkecederungan bunuh diri, sila hubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah sakit terdekat.

Bisa juga Anda menghubungi LSM Jangan Bunuh Diri melalui email [email protected] dan telepon di 021 9696 9293. Ada pula nomor hotline Halo Kemkes di 1500-567 yang bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi di bidang kesehatan 24 jam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI