Tolak Temuan ORI soal Maladministrasi TWK, Haris Azhar: Suruh Pimpinan KPK Hubungi Saya!

Senin, 09 Agustus 2021 | 12:43 WIB
Tolak Temuan ORI soal Maladministrasi TWK, Haris Azhar: Suruh Pimpinan KPK Hubungi Saya!
Tolak Temuan ORI soal Maladministrasi TWK, Haris Azhar: Suruh Pimpinan KPK Hubungi Saya! Ilustrasi lima pimpinan KPK periode 2019-2023, Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango. (Antara/Desca Lidya Natalia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar angkat bicara tentang sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak hasil temuan maladministrasi dari Ombudsman RI terkait proses tes wawasan kebangsaan (TWK). 

Salah satu poin penolakan yang disampaikan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menilai, Ombudsman dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menerima laporan dari para pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Lantaran para pelapor (pegawai KPK yang dinonaktifkan) dianggap bukan sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan publik oleh Ombudsman. 

Menanggapi hal itu, Haris dengan tegas meminta Ghufron dan pimpinan lainnya untuk datang berguru kepadanya. 

“Kalau Gufron atau pimpinan yang lain tidak paham, suruh hubungi saya, biar saya jelaskan dan buktikan,” kata Haris saat dihubungi Suara.com pada Senin (9/8/2021). 

Baca Juga: Pimpinan KPK Keberatan Hasil Temuan ORI, MAKI: Jangan Merasa Benar Sendiri

Haris Azhar Sebut Penggiringan Opini Tolak UU Ciptaker Ke MK Settingan Istana (YouTube: Haris Azhar).
Haris Azhar Sebut Penggiringan Opini Tolak UU Ciptaker Ke MK Settingan Istana (YouTube: Haris Azhar).

Haris bahkan menegaskan pernyataan Nurul Ghufron itu semakin menunjukkan dirinya tidak berkompeten sebagai ketua KPK.  

“Justru tanggapan Gufron semakin membuktikan bahwa dia tidak kompeten menjadi pimpinan KPK. Kenapa? Karena gagal memahami aturan hukum yang sederhana, di mana Ombudsman memiliki kompetensi melihat masalah maladministrasi dalam seleksi 75 pegawai KPK,” tegasnya. 

Di samping itu, terkait polemik TWK yang disebut sebagai persoalan internal KPK, Haris mengungkapkan lembaga antirasuah adalah institusi negara yang bekerja untuk pelayanan publik. 

“Pun, kalau dikatakan itu masalah internal KPK harus diingat bahwa KPK bukan perusahaan privat. Itu institusi negara yang bekerja untuk kepentingan publik. Yaaa jadi ini terkait dengan urusan pelayanan publik. Sederhana sekali. Kalau seleksinya ngawur institusi akan jadi ngawur. Kalau istitusinya ngawur, pelayanan publik jadi ngawur,” ungkapnya. 

Tolak Temuan Ombudsman

Baca Juga: Pimpinan KPK Tolak Temuan Ombudsman, Haris Azhar: Bentuk Kepanikan, Bicara Asal-asalan!

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sebelumnya menegaskan, lembaganya sama sekali tidak dapat diintervensi dan tunduk kepada lembaga mana pun. Namun, pernyataan Ghufron itu bukan terkait pemberantasan korupsi yang tanpa pandang bulu, melainkan respons atas kejanggalan penyelenggaraan TWK pegawai KPK.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron usai memenuhi panggilan Komnas HAM. [Suara.com/Yaumal]
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron usai memenuhi panggilan Komnas HAM. [Suara.com/Yaumal]

"KPK memang dalam rumpun eksekutif. Tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak tunduk kepada lembaga apa pun. KPK, independen, tidak ada di bawah institusi lembaga apa pun di Republik Indonesia ini. Jadi, mekanisme memberikan rekomendasi ke atasan, atasan KPK langit-langit ini," kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (5/8/2021) lalu. 

Ghufron menyampaikan, telah menyatakan keberatan dan menolak rekomendasi atas temuan maladministrasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh Ombudsman RI dalam alih status pegawai KPK menjadi PNS.

"Mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampaui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, oleh karena itu kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," ucap Ghufron.

Setidaknya, kata Ghufron, ada sekitar 13 poin keberatan KPK atas temuan maladministrasi TWK oleh Ombudsman RI. Salah satunya, KPK menilai Ombudsman RI dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menerima laporan dari para pegawai KPK yang tidak lulus TWK.

Itu lantaran para pelapor dianggap bukan sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan publik oleh Ombudsman RI.

Ombudsman RI menemukan adanya tiga fokus dugaan maladministrasi TWK. Pertama, Pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN. 

Kedua, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Ketiga, dalam tahap penetapan hasil assessment wawancara kebangsaan.

"Tiga hal itu ditemukan potensi-potensi maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI dalam konferensi pers.

Maka itu, Ombudsman RI menyatakan ada empat poin tindakan korektif yang harus dilakukan oleh pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal KPK. Pertama, memberikan penjelasan konsekuensi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK yang tidak lulus menjadi PNS.

Kedua, Hasil TWK tersebut sepatutnya menjadi bahan masukan langkah perbaikan. Bukan, malah menjadi dasar pemberhentian 51 pegawai KPK.

"Terhadap pegawai KPK yang TMS (tidak memenuhi syarat), diberikan kesempatan untuk perbaiki dengan asumsi mereka benar tidak lulus di TMS. Melalui pendidikan kedinasan," tegas Anggota Ombudsman RI Robert.

Terakhir, Hakikat peralihan status menjadi ASN, dalam undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020.

"75 pegawai dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI