Pimpinan KPK Tolak Temuan Ombudsman, Haris Azhar: Bentuk Kepanikan, Bicara Asal-asalan!

Senin, 09 Agustus 2021 | 12:07 WIB
Pimpinan KPK Tolak Temuan Ombudsman, Haris Azhar: Bentuk Kepanikan, Bicara Asal-asalan!
Direktur Lokataru Haris Azhar saat berkunjung ke Suara.com, Jakarta, Kamis (17/1). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar menilai penolakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas temuan Ombudsman soal dugaan maladminitrasi tes wawasan kebangsaan (KPK) adalah bentuk kepanikan. 

“Semakin kuat ya bahwa respons yang tidak berdasar dari pimpinan KPK atas hasil Ombudsman adalah bentuk kepanikan mereka, bicara asal-asal. Tapi semakin kelihatan tidak kompeten” tegas Haris saat dihubungi Suara.com pada Senin (9/8/2021). 

Bahkan kata Haris sikap penolakan itu semakin mempertegas dugaan TWK sebagai alat untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang berkompeten. 

“Secara tidak langsung ini makin menegaskan ada skenario haram untuk melanggengkan sejumlah nama dalam jajaran putra putri yang cerdas dan gigih dalam KPK. Mereka berkelas Olimpiade,” tegasnya kembali. 

Salah satu penolakannya KPK menilai, Ombudsman dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menerima laporan dari para pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Lantaran para pelapor (pegawai KPK yang dinonaktifkan) dianggap bukan sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan publik oleh Ombudsman.

"Justru tanggapan Gufron semakin membuktikan bahwa dia tidak kompeten menjadi pimpinan KPK. Kenapa? Karena gagal memahami aturan hukum yang sederhana di mana Ombudsman memiliki kompetensi melihat masalah maladministrasi dalam seleksi 75 pegawai KPK,” tegasnya. 

Lima pimpinan KPK periode 2019-2023, Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango. (Antara/Desca Lidya Natalia)
Lima pimpinan KPK periode 2019-2023, Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango. (Antara/Desca Lidya Natalia)

Merespons hal itu Haris mengungkapkan KPK bukan institusi yang bersifat privat atau kepemilikan pribadi, melainkan lembaga negara  yang bekerja untuk kepentingan publik. 

“Pun, kalau dikatakan itu masalah internal KPK harus diingat bahwa KPK bukan perusahaan privat. Itu institusi negara yang bekerja untuk kepentingan publik. Ya jadi ini terkait dengan urusan pelayanan publik. Sederhana sekali. Kalau seleksinya ngawur,  institusi akan jadi ngawur. Kalau institusinya ngawur, pelayanan publik jadi ngawur,” ungkapnya. 

Di samping itu, Haris menduga TWK KPK merupakan alat politik untuk membungkam para politisi.

Baca Juga: Tolak Temuan Maladministrasi TWK, ICW: Pimpinan KPK Makin Arogan dan Tak Tahu Malu

“Penyingkiran ini adalah cara. Ada target lain, dugaan saya, adalah sebagai alat politik dan bisnis. Politik, maksudnya, kewenangan menuduh korupsi, akan digunakan untuk menekan calon-calon presiden dan kepala daerah. Ini terkait dengan agenda 2024 atau pilkada serentak. Bisnis, maksudnya, kewenangan bisa digunakan untuk menekan salah satu pihak dalam 'kompetisi' bisnis,” tegasnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI