Suara.com - Polisi mendapat kritik dari aktivis perempuan, pejuang HAM, hingga pakar hukum setelah menjerat selebritas Dinar Candy memakai pasal pornografi lantaran berbikini saat menggelar aksi protes kebijakan pemerintaah menanggulangi covid-19 yang membingungkan.
Menurut mereka, polisi melakukan diskriminasi bersifat seksis serta patriarkis karena Dinar Candy adalah perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin bahkan mengatakan, perkara itu tak mungkin ada apabila yang melakukan aksi adalah laki-laki.
Penilaian Mariana itu bukan pepesan kosong atau tuduhan tanpa bukti.
Seperti diberitakan Suarariau.id misalnya, polisi tidak melanjutkan perkara empat pemuda yang mengendarai sepeda motor hanya menggunakan celana dalam.
Tidak seperti aksi protes Dinar Candy terhadap pemerintah, aksi keempat pemuda berinisial HR (17), RE (17), MR (18) dan RRS (15) yang standing di atas sepeda motor terbilang membahayakan publik.
Oleh polisi, keempat pemuda itu diminta meminta maaf dan dikembalikan kepada orang tua masing-masing untuk dibina.
![Tangkapan layar aksi standing motor yang dilakukan dua remaja di Pekanbaru. [Instagram/@pkukehilangan]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/03/12/69818-standing-motor.jpg)
Ketua YLBHI Asfinawati menunjukkan sistem hukum di Indonesia masih mendiskriminasi perempuan atau yang dia sebut 'sangat patriarkal baik dari sudut norma maupun penegakan hukumnya'.
Aksi Dinar Candy, pemengaruh yang juga disc jokey (DJ) berbikini sambil menenteng papan protes atas kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat berbuntut jerat pidana.
Baca Juga: Jadi Tersangka Pornografi, Dinar Candy Stres dan Sesak Napas
"Saya stres karena PPKM diperpanjang," demikian yang ditulis perempuan bernama asli Dinar Miswari tersebut.