Suara.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria angkat bicara soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kejanggalan dalam penggunaan anggaran Pemprov DKI tahun 2020.
Riza kembali mengungkit predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat pada laporan keuangan DKI.
Pemprov DKI Jakarta telah meraih predikat WTP dari BPK selama empat kali berturut-turut sejak 2017. Namun dalam hasil pemeriksaan laporan keuangan yang diperiksa, masih ditemukan sejumlah masalah seperti pemborosan anggaran hingga kelebihan pembayaran.
"Wajar tanpa pengecualian ini prestasi yang baik dalam empat kali berturut-turut kita mendapatkan," ujar Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (6/8/2021).
Baca Juga: Kronologis Kapolda Sumsel Dihubungi Soal Donasi Rp 2 Triliun Akidi Tio, Awalnya Percaya
Mengenai temuan BPK itu, Riza menganggapnya hal yang biasa. Sebab pihaknya sudah melakukan klarifikasi dan menjalankan rekomendasi yang diminta sendiri oleh BPK.
"Kan sudah tugas BPK melakukan pemeriksaan, nanti pihak kami dari dinas terkait yang akan menjelaskan prosesnya , mengklarifikasi. Alhamdulillah DKI Jakarta kan sudah berturut-turut mendapatkan WTP," katanya.
Politisi Gerindra ini pun berharap Pemprov DKI bakal menyabet predikat WTP untuk kelima kalinya di tahun 2021. Dengan demikian, maka pengelolaan keuangan di DKI dianggapnya selalu berjalan dengan baik setiap tahun.
"Mudah-mudahan kita bisa yang kelima keenam dan seterusnya. Jadi bagi DKI Jakarta mendapatkan WTP sesuatu yang biasa, sesuatu yang harus didapatkan karena itu bagian dari pengelolaan keuangan yang independen, yang transparan, yang akuntabel," pungkasnya.
Pemborosan Anggaran
Baca Juga: Kapolda Sumsel Meminta Maaf kepada Masyarakat Indonesia, Buntut Donasi Rp 2 Triliun
Sebelumnya, Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo lewat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2020. Pemprov DKI melakukan pemborosan dalam pengadaan masker Respirator N95 hingga Rp5 miliar dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI tahun 2020.
Pemut menyebut membeli masker pada dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK. Harga yang didapatkan dari tiap perusahaan juga berbeda.
"Permasalahan di atas mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," ujar Pemut dalam laporannya, dikutip Kamis (5/8/2021).
Dalam laporan itu dijelaskan, Dinas Kesehatan DKI melakukan kontrak dengan PT IDS untuk pembelian masker sebanyak tiga kali dengan total 89 ribu masker. Berita acara ini disahkan pada tanggal 5 Agustus 2020, 28 September, dan 6 Oktober.
Pembelian pertama 39 ribu masker, harga yang ditetapkan adalah Rp 70 ribu. Selanjutnya pada pembelian kedua dan ketiga, harganya turun jadi Rp 60 ribu.
Sedangkan kontrak untuk pembelian respirator N95 dengan PT ALK diketahui dalam berita acara 30 November. Dinkes DKI memesan 195 ribu pcs masker dengan harga tiap satuannya mencapai Rp 90 ribu.
BPK lantas melakukan komunikasi dengan keduanya. Hasilnya, diketahui ternyata PT IDS sanggup jika melakukan pengadaan masker Respirator N95 sebanyak 200 ribu pcs karena stok barang tersedia.
Artinya, seharusnya Pemprov DKI bisa mendapatkan harga masker dengan jenis yang sama dengan harga yang lebih murah. Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pembelian kepada PT ALK yang lebih mahal sebanyak tiga kali pembelian.
Selain pemborosan anggaran karena beli masker kemahalan, temuan BPK lainnya juga seperti pembayaran gaji bagi pegawai yang sudah pensiun dan wafat, pemborosan uang beli alat rapid test, dan tahun lalu kelebihan bayar untuk subsidi TransJakarta.