Alissa Wahid Pertanyakan Kevalidan Angka Kematian Pasien Covid 100 Ribu Versi Pemerintah

Kamis, 05 Agustus 2021 | 18:51 WIB
Alissa Wahid Pertanyakan Kevalidan Angka Kematian Pasien Covid 100 Ribu Versi Pemerintah
Alissa Wahid Pertanyakan Kevalidan Angka Kematian Pasien Covid 100 Ribu Versi Pemerintah. Ilustrasi Oemakaman jenazah Covid-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (19/7/2021). (Suara.com/Yaumal Asri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Alissa Wahid, penggagas petisi #TarikRemDarurat menyinggung soal Indonesia telah menjadi negara ke-2 se-Asia yang jumlah kematian warganya akibat Covid-19 paling tinggi setelah India. Kendati demikian, angka kematian yang ditunjukkan pemerintah pun masih diselimuti banyak tanda tanya.

Per Kamis (5/8/2021) jumlah warga yang meninggal akibat Covid-19 bertambah 1.739 orang. Sehingga total keseluruhan angka kematian di Indonesia mencapai 102.375 jiwa.

"Apalagi kita tahu bahwa 100 ribu kasus kematian yang sudah dicatat itu berangkat dari data yang kita masih pertanyakan kevalidannya," kata Alissa dalam konferensi pers Diperpanjang (Lagi): Rapor Masyarakat untuk PPKM Level 4 secara virtual, Kamis (5/8/2021).

Meskipun data itu bersifat resmi yang diumumkan oleh pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19, namun masih terdapat sejumlah masalah di baliknya. Entah itu terkait konsolidasi data, tata cara pelaporan, standar pelapran hingga keterbukaan atas data itu sendiri.

Baca Juga: Terus Meningkat, Pasien Covid-19 Sembuh di Bangka Capai 5.802 Orang

"Artinya apakah kemudian 100 ribu ini betul-betul angka yang bisa kita terima atau kita juga masih minta pemerintah untuk memperbaiki data yang sudah langsung harus diperbaiki, tidak hanya data yang ke depannya. Kenapa? Karena ini akan menentukan bagaimana data kita selanjutnya," ujarnya.

Alissa Wahid. [Suara.com/Somad]
Alissa Wahid. [Suara.com/Somad]

Selain itu, Alissa juga menyinggung soal data yang ditunjukkan pemerintah itu tidak memperlihatkan angka kematian yang tidak terlaporkan. Angka kematian yang tidak sempat dilaporkan itu biasanya berasal dari warga yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri (isoman).

Meski ada juga data isoman yang tercatat, namun tidak sedikit pula informan yang melaporkan angka kematian yang tidak tercatat.

"Ada sangat banyak di sosial media orang-orang yang melapor kepada puskesmas setempat tapi tidak di-follow up. Maka pertanyaannya orang-orang ini kemudian dicatat atau tidak?" tanyanya.

Bahkan, Alissa juga mengungkapkan temuan lain di mana angka kematian yang sangat tinggi di pedesaan. Berdasarkan data yang diperoleh, tercatat ada 30 orang meninggal dunia di satu desa atau bahkan jumlahnya lebih.

Baca Juga: Satgas: Kasus Kematian Covid-19 di Jawa Timur Meningkat 512,52 Persen

Akan tetapi, kematian mereka tidak ada kaitannya dengan penanganan pandemi Covid-19. Pasalnya, mereka-mereka yang didesa tidak menyebut penyebab kematiannya karena Covid-19 melainkan karena pagebluk, satu istilah yang mereka gunakan.

Dengan adanya temuan tersebut, Alissa menganggap ada suatu masalah yang sangat besar apabila sudah mencapai desa.

"Artinya begini, kalau warga desa menolak berangkat atau laporkan diri ke faskes setempat lalu kemudian banyak orang yang meninggal di desa tersebut tanpa ada intervensi, maka kita bisa membayangkan problem yang nanti jangka panjangnya akan muncul seperti apa," tuturnya.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI