Polemik Cat Ulang Pesawat Kepresidenan, Demokrat: Arteria Mengidap Syndrome Lupa!

Kamis, 05 Agustus 2021 | 14:26 WIB
Polemik Cat Ulang Pesawat Kepresidenan, Demokrat: Arteria Mengidap Syndrome Lupa!
warna pesawat kepresidenan. (Twitter/Alvin Lie)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menilai bahwa anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan mengidap penyakit atau sindrom lupa yang sangat akut.

Pernyataan itu disampaikan usai Arteria berkomentar soal rencana pengecatan ulang pesawat kepresidenan dari warna biru langit menjadi merah putih.

Awalnya menyinggung soal PDIP melalui fraksinya di DPR pernah menolak rencana pembelian pesawat kepresidenan yang dilakukan oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, kata Herzaky, pembelian pesawat tersebut sebagai langkah yang visioner dari SBY.

Kemudian, Herzaky pun menyebut Arteria telah mengidap penyakit lupa yang sangat akut. Pasalnya, sebelumnya Arteria menyinggung Demokrat telah menyetujui anggaran untuk pengecatan pesawat kepresidenan.

Baca Juga: Bukan Politis, Pakar Beberkan Alasan Pesawat Presiden Berwarna Biru-Putih

"Arteria ini mengidap sindrom lupa dengan UU MD3. Mimpi kali dia kalau DPR RI itu, termasuk Partai Demokrat ketika itu sudah membahas dan menyetujui pengecatan pesawat kepresidenan," ujarnya.

"Selaku anggota Dewan yang terhormat, seharusnya Arteria sangat paham dengan UU MD3 yang layaknya buku panduan dasar anggota Dewan. Belagak bahas-bahas prosedur administrasi hukum, tapi ternyata UU MD3 saja tidak paham, lalu sebar hoax Demokrat sudah menyetujui anggaran pengecatan pesawat itu," sambungnya.

Arteria kemudian disarankan Herzaky untuk lebih bisa memahami aturan UU No.2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Menurutnya, pemerintah bisa merelokasi anggaran pengecatan pesawat untuk penanganan pandemi.

"Terakhir, pengecatan pesawat ini momentumnya sangat tidak tepat. Negara ini masih sekarat akibat penanganan covid-19 yang seakan tidak terarah dan tidak ada peta jalan yang terukur. Anggaran untuk penanganan covid-19 masih banyak berhutang," ungkapnya.

Serangan Arteria

Baca Juga: Ngabalin Ketawa Isu Cat Pesawat Kepresidenan Dibawa-bawa ke Politik: Betul-betul Kampungan

Sebelumnya, isu pesawat kepresidenan yang diubah warnanya dari biru langit putih menjadi merah putih menjadi sorotan sejumlah kader partai Demokrat. Namun nggota DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan meminta publik tak terhasut permainan politik 'post colour syndrome'.

"Jangan sampai publik terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan 'post colour syndrome', yang merupakan pelesetan dari postpower syndrome. Atau sindrom pascakekuasan yang terjadi karena tak bisa melepaskan diri dari kekuasaan yang sudah hilang," kata Arteria kepada Suara.com, Rabu (4/8).

Menurut Arteria, tak ada yang salah dengan pengecatan pesawat kepresidenan menjadi warna merah putih. Ia mengatakan, justru yang harus dipermasalahkan ketika era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa.

"Yang harusnya dipermasalahkan itu dulu jamannya Pak SBY, kok pesannya warnaya biru, padahal memungkinkan untuk memesan warna merah putih. Tapi kan kami beradab dan berpikiran positif saja," tuturnya.

"Warna bendera negara kita kan merah putih, bukan warna biru. Justru kita bertanya, kok dulu tak sejak awal pesawat itu diwarnai merah putih?" sambungnya.

Arteria kemudian memberikan sejumlah catatannya. Pertama, menurutnya, rencana pengecatan ulang pesawat kepresidenan sudah direncanakan sejak 2019 silam. Dan merupakan satu paket pengerjaan pengecatan dengan Heli Kepresidenan Super Puma yang lebih dulu dikerjakan.

"Kalau terkait anggaran, kita ininkan negara hukum dan ada prosedur administrasi hukum yang telah dilalui dan bahkan disetujui oleh Partai Demokrat. Tentu saja anggaran untuk pengerjaan ini sudah dibahas dengan DPR, dan disetujui tahun 2019. Aneh saja kalau sekarang ada anggota DPR atau parpol di DPR yang mengkritiknya," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI