Suara.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Ni Kadek Vany Primaliraing dilaporkan ke Polda Bali atas tuduhan dugaan makar karena memberikan bantuan hukum kepada mahasiswa Papua.
Pelaporan tersebut menjadi tanda tanya karena advokat dianggap ikut melakukan upaya makar disaat menjalankan mandat konstitusi.
Permasalahan itu bermula saat LBH Bali mendampingi aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pada 31 Mei 2021.
Pendampingan itu juga didasarkan dengan surat permohonan pendampingan hukum Nomor 09/AMP-KK-BALI/III/2021 tertanggal 27 Mei 2021.
Baca Juga: Mahasiswa Papua Tuntut Pemerintah Tarik Militer hingga Beri Hak Tentukan Nasib Sendiri
Dengan demikian LBH Bali sedang menjalankan mandat konstitusi yakni Pasal 1 Ayat 3, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28 Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 1 dalam UUD 1945 dan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
"Pada poinnya melindungi serta menjamin hak warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law)," kata Vany kepada Suara.com, Rabu (4/8/2021).
Akan tetapi, Vany justru dilaporkan ke Polda Bali oleh pelapor Rico Ardika Panjaitan pada Senin, 2 Agustus 2021 atas dugaan tindak pidana makar dan dugaan pemufakatan makar.
Vany lantas menjelaskan kalau saat mendampingi klien, advokat dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras atau latar belakang sosial dan budaya. Itu tertuang dalam Ayat 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 yang mengatur tentang profesi advokat.
Kemudian pada Ayat 2 UU 18/2003 dijelaskan kalau advokat tidak dapat diindetikan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Baca Juga: Tolak Gugatan 2 Mahasiswa Papua ke Polda, Hakim Disebut Abaikan Fakta
"Sehingga LBH Bali sedang menjalankan mandat konstitusi dan UU 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis," ujarnya.
Lebih jauh, Vany menganggap kalau pelaporan advokat sekaligus aktivitas Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan upaya kriminalisasi, sekaligus pelemahan kerja bantuan hukum serta rasisme terhadap teman-teman Papua.
Menurutnya hal tersebut juga menciderai konstitusi dengan melakukan pembatasan hak atas bantuan hukum.
Selain itu, pelaporan itu juga menjadi pertanyaan karena advokat yang tengah menjalankan mandat konstitusional tetapi malah dituduh makar dan menjadikan konstitusional RI sebagai korbannya.
"Bahkan logikanya LBH Bali sedang melaksanakan mandat konstitusi memberikan bantuan hukum, implementasi asas praduga tidak bersalah, asas persamaan di depan hukum, asas legalitas dan ini justru dapat menjadi Pelaporan Palsu sebagaimana di atur dalam Pasal 220 KUHP," tuturnya.
Vany juga menyayangkan aparat kepolisian yang tidak melakukan edukasi terhadap pelapor pada saat melakukan pelaporan. Sebagai tegaknya asas legalitas dan pendalaman pengetahuan konstitusi.
"Mengorbankan hidup orang lain khususnya orang miskin dan kelompok minoritas untuk kepentingan pribadi merupakan hal yang keji."