Suara.com - Jaksa dari Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara tersangka Richard Joost Lino atau RJ Lino untuk segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
"Hari ini, jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak telah melimpahkan berkas perkara terdakwa RJ Lino ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (4/8/2021).
Ali menyebut, penahanan RJ Lino sepenuhnya kini menjadi kewenangan majelis hakim PN Tipikor, Jakarta Pusat. Sementara itu, RJ Lino akan ditahan di Rumah Tahanan KPK Gedung Merah Putih.
Menurut Ali, Jaksa KPK kini hanya menunggu jadwal yang diberikan majelis hakim dalam sidang perdana pembacan surat dakwaan RJ Lino.
Baca Juga: Praperadilan Ditolak, Kubu RJ Lino Kecewa
"Menunggu penetapan penunjukan majelis hakim yang nantinya memimpin persidangan dan juga penetapan hari sidang dengan agenda awal pembacaan surat dakwaan," ucap Ali.
Dalam dakwaan Jaksa, RJ Lino disangkakan pertama : Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kedua, Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam kasus rasuah tersebut, RJ Lino diduga telah merugikan negara yang dilakukannya dalam pemeliharaan tiga unit QCC sebesar USD 22.828. Untuk harga kontrak keseluruhan USD 15,5 juta, terdiri dari USD 5,3 juta untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang.
Kemudian, USD 4,9 juta untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan USD 5,2 juta untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.
Baca Juga: Tok! Hakim Tunggal Tolak Praperadilan RJ Lino
Namun, kata Alexander, penyidik telah memiliki hasil yang berbeda berdasarkan data dari ahli Institut Teknologi Bandung (ITB). Dari data tersebut terkuak, jika harga pokok produksi (HPP) ternyata hanya USD 2,9 juta untuk QCC Palembang, sedangkan untuk QCC Panjang USD 3,3 juta dan untuk QCC Pontianak USD 3,3 juta.
"Selain itu, akibat perbuatan tersangka RJ Lino ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut sebesar USD 22,8 ribu," kata Alex.
Sementara, kata Alex, untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC tersebut BPK tidak menghitung nilai kerugian Negara.
"Yang pasti yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh. Sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan QCC Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II," ujar Alex.
Mantan Direktur Pelindo II itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak tahun 2015. Kini yang ia menjadi tahanan KPK.