Suara.com - Niat baik keluarga Akidi Tio yang hendak menyumbangkan hartanya Rp 2 triliun berujung drama. Sudah sepekan lebih ditunggu-tunggu, donasi yang sebelumnya banyak dipuji para pejabat itu tak kunjung cair.
Bahkan, saking hebohnya, Polda Sumatera Selatan sang anak Akidi Tio yakni Heriyanti sempat dinyatakan sebagai tersangka, meski kemudian diralat oleh Kabid Humas Polda Sumsel.
Banyak yang bertanya-tanya, di mana uang yang dijanjikan itu disimpan. Ada yang menyebut di Singapura, berbagai spekulasi makin menggelinding, para pejabat nasional yang sebelumnya berbuih-buih memberi sanjungan kini terdiam, sebagian curiga, sementara yang lain meminta polisi mengusut karena sudah bikin heboh se-Tanah Air.
Dari informasi terkini, jajaran Polda Sumsel yang menelusuri sumbangan Akidi Tio mengungkapkan bahwa saldo rekening Heriyanti ternyata tidak cukup, alias tak sampai Rp 2 triliun, waduh! Padahal bilyet giro sudah kadung tersebar, viral lagi.
Baca Juga: Terungkap! Jumlah Uang Tidak Sampai Rp 2 Triliun, Anak Akidi Tio Sesak Napas
Hal ini diungkapkan Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi.
Ia mengatakan, bilyet giro senilai Rp 2 triliun yang diberikan Heriyanti, selaku anak bungsu mendiang Akidi Tio ternyata tidak cukup.
"Jadi maksudnya di rekening bilyet tersebut tidak cukup saldonya," kata Supriadi saat press release di depan gedung Widodo Budidarmo, Ditreskrimum Polda Sumsel, Selasa (3/8/2021) sore.
Hal ini terungkap usai polisi berkoordinasi dan mengecek di Bank Mandiri Sumsel sesuai dengan bilyet giro yang diberikan Heriyanti.
Namun demikian, tak diketahui secara pasti berapa jumlah nominal uang yang terdapat di dalam bilyet giro tersebut.
Baca Juga: Batal Diperiksa karena Sesak Napas, Anak Akidi Tio Berstatus Saksi
"Terkait nama pemilik rekening, saldonya serta data dari pada nasabah ini merupakan rahasia pihak bank. Jadi tidak bisa diberikan oleh pihak bank kepada kepolisian. Hanya saja ditegaskan saldo tidak cukup pada rekening tersebut," katanya pula.
Sementara, terkait perkembangan kasus Heriyanti, Supriadi mengatakan, penyidik masih mengambil keterangan para saksi.
Sesak Nafas
Pada Selasa kemarin, seharian sejumlah aparat polisi tampak berjaga-jaga di sekitar kediaman Heriyanti yang terletak di Jalan Tugu Mulyo, Palembang. Tak hanya polisi, sebuah mobil ambulans juga terparkir di halaman.
Ambulans itu adalah milik Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Tak berapa lama, suami Heriyanti, Rudi Sutandi tampak keluar membawa sebuah tabung oksigen menggunakan sepeda motor. Tak sampai setengah jam, Rudi kembali lagi dengan sebuah tabung oksigen yang tampak baru dan terisi.
Salah satu pegawai Dinkes Sumsel yang berjaga mengatakan, pihaknya datang ke kediaman Heriyanti karena diperintahkan atasan untuk membawa ambulans yang berikan tabung oksigen dan dua tenaga kesehatan.
Ia mengau tak mengetahui secara pasti apa penyakit yang diderita oleh Heriyanti.
Sementara itu, dari keterangan salah seorang anggota polisi yang juga sedang berjaga mengungkapkan, suami dari Heriyanti, Rudi melaporkan kepada petugas polisi bahwa Heriyanti sedang mengalami sesak nafas.
Reaksi PPATK
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah meneliti dan menganalisis rekening milik keluarga almarhum Akidi Tio dan pihak terkait.
Hasilnya, PPATK tak menemukan adanya dana sebesar Rp 2 triliun yang rencananya akan dihibahkan keluarga Akidi Tio untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan.
Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyayangkan rencana hibah tersebut digembar-gemborkan tanpa pemeriksaan terlebih dahulu.
Kapolda Sumsel, Irjen Eko Indra Heri yang menerima rencana hibah keluarga Akidi Tio seharusnya melaporkan terlebih dahulu kepada PPATK sebelum mengumumkannya ke ruang publik.
Dian menjelaskan, jika rencana pemberian hibah dilaporkan dulu kepada PPATK, pihaknya akan meneliti kredibilitas pihak yang akan memberikan hibah. PPATK juga akan meneliti pihak tersebut memiliki dana tersebut atau tidak.
"Kalau tidak ada (dananya) kan tidak bisa dilanjutkan. Kalau seperti ini kan merugikan nama yang bersangkutan. Nama Kapolda-nya, nama kepolisian dan nama pemerintah kan bisa rusak. Ini yang harus kita jaga," katanya.