Suara.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang telah melakukan penyelidikan kasus dugaan pemotongan uang bantuan sosial (Bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
Hasil penyelidikan, pihaknya menetapkan dua tersangka yang merupakan pendamping sosial.
"Kami telah menetapkan dua tersangka penyalahgunaan dana PKH ini, yang mana dilakukan oleh pendamping sosial," ujar Kepala Kejari Kabupaten Bahrudin dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta, Selasa (3/8/2021).
Bahrudin menuturan kecamatan Tigaraksa membawahi 12 desa dan dua kelurahan.
Baca Juga: Puan Minta Pemerintah Jaga Kepercayaan Rakyat, Jangan Ada Pungli Bansos di Tengah PPKM
Bahrudin menuturkan dua tersangka tersebut merupakan pendamping sosial di empat desa dari 12 desa yang ada di kecamatan Tigaraksa.
Pihaknya menyebut kerugian yang ditaksir akibat pemotongan bansos PKH di empat desa yang dilakukan 2 tersangka mencapai Rp 800 juta.
"Itu Rp 800 juta yang diambil, disalahgunakan kepada dua tersangka ini," ucap Bahrudin.
Adapun estimasi kerugian yang tidak disalurkan dalam bansos PKH tahun 2018-2019 di Kecamatan Tigaraksa sekitar Rp 3,5 Miliar.
"Estimasi kerugian uang yang tidak disalurkan dalam bantuan sosial PKH 2018-2019 ini untuk kecamatan Tigaraksa itu sekitar Rp 3, 5 M, itu estimasi uang yang tidak bisa disalurkan kepada penerima PKH," kata dia.
Baca Juga: PPKM Diperpanjang, Pemerintah Lagi-lagi Diingatkan Harus Adil dan Merata Salurkan Bansos
Lebih lanjut, Bahrudin menuturkan Kejari Kabupaten Tangerang hingga kini masih melakukan penyelidikan terhadap delapan pendamping sosial di Kecamatan Tigaraksa.
"8 pendamping sosial yang belum kita mungkin dalam waktu dekat akan tentukan juga tersangka," tuturnya
Temuan kasus dugaan pemotongan uang PKH kata Bahrudin, karena adanya laporan dari masyarakat. Sehingga dilakukan penyelidikan hingga penyidikan.
Ia memaparkan modus yang dilakukan tersangka yakni dengan mengambil sebagian uang antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000 dari ATM penerima manfaat.
Sehingga uang PKH yang diserahkan ke penerima manfaat tidak sesuai yang diterima.
"ATM itu oleh pendamping sosial dia ambil sendiri, dia gesek di atm. Lalu setelah dapat jumlah yang digesek itu diserahkan kepada KPM tidak sesuai dengan apa yang dia gesek. Jadi ada selisih," ucap Bahrudin.
"Memang kalau dilihat selisih itu, ada yang Rp 50 ribu dan Rp 50 ribu, tapi kalau dijumlah dengan KPM itu jumlahnya fantastis. Jadi untuk 4 desa saja, itu uang yang tidak disalurkan atau disalahgunakan kedua tedsngak itu sekitar 800 juta," sambungnya.
Bahrudin menegaskan kedua tersangka terancam hukuman pidana 15 tahun penjara yakni dengan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, lalu Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999.
"Ancaman hukumannya 15 tahun, dia dikenakan pasal 2 ayat 1 untuk primernya dan untuk subsidernya pasal 3 UU 31 tahun 1999 juncto UU 20 tahun 2001 Tipikor," katanya.