Suara.com - Pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air, tentunya sangat berdampak bagi masyarakat menengah ke bawah. Hampir satu tahun lebih pandemi ini berjalan, jumlah masyarakat yang menjerit akibat kegagalan pemerintah dalam melakukan penanganan semakin banyak jumlahnya.
Buntutnya, ekspresi keresahan rakyat atas ketidakpastian dalam hidup ini muncul dalam beberapa waktu ke belakang. Ekspresi itu ditunjukkan oleh masyarakat yang bekerja di sektor usaha kecil seperti pemilik kedai, wirausaha kafe, rumah makan, rental mobil dan lain sebagainya.
Ekspresi tersebut berwujud bendera putih yang dikibarkan di sejumlah kota. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dalam siaran persnya menyontohkan sejumlah ekspresi berupa pengibaran bendera putih yang terjadi di sejumlah kota di Tanah Air.
Misalnya, di sepanjang kawasan Malioboro, DIY Yogykarta, bendera putih dikibarkan oleh para pedagang. Tak hanya itu, di Kota Kembang, Bandung, ratusan kafe dan restoran dilaporkan melakukan hal serupa.
Baca Juga: Kritik Kebijakan Jokowi, Yusril Dipuji Rizal Ramli: Nongol Langsung Mau Nendang Penalti
Kemudian, di Medan, ribuan pedagang kuliner malam juga telah mengibarkan bendera putih. Pemilik mobil rental di Pamekasan turut mengibarkan bendera putih sebagai ungkapan ekspresi keresahan.
Wakil Ketua KPBI, Jumisih mengatakan, aksi pengibaran bendera putih adalah sebuah protes atas ketidakmampuan negara dalam mengatasi masalah pandemi dan krisis ekonomi. Bahkan, di tengah kesulitan hidup rakyat, lanjutnya, perilaku para pejabat masih tidak menunjukan empati.
"Justru cenderung kasar dan arogan. Bagaimana bisa di saat rakyat bertaruh nyawa—tanpa bantuan negara —, ada pejabat yang asyik nonton sinetron dan mempostingnya tanpa kepekaan apapun di media sosial. Bagaimana bisa anggota DRR—yang tidak punya kesulitan apapun selama ini—, meminta fasilitas isoman spesial dengan biaya negara," ungkap Jumisih dalam keterangan persnya, Selasa (3/8/2021).
Jumisih mengatakan, banyak pejabat publik lainnya yang menyebut sudah terkendali. Bahkan, pernyataan itu disampaikan dengan nada yang menantang.
"Padahal saat itu semakin banyak rakyat yang meninggal karena fasilitas kesehatan yang kolaps," sambungnya.
Baca Juga: Selain Covid-19, Kasus Leptospirosis Hantui Warga Karanganyar
KBPI berpandangan, tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan setelahnya. Lebih jauh lagi, tak ada satu pun pejabat yang mundur atas kegagalannya.
"Budaya malu telah benar-benar hilang dalam lingkungan kekuasaan," beber Jumisih.
Terkait upaya vaksinasi Covid-19 bagi rakyat, KPBI menilai jika program tersebut berjalan lambat dan tidak merata. Kata Jumisih, berbagai liputan media massa menunjukan di banyak tempat, ketika rakyat semakin antusias untuk divaksin, justru malah kehabisan stok.
"Padahal dengan efektifitas vaksin yang bertahan hanya 6 bulan, maka keserentakan vaksinisasi di seluruh Indonesia adalah salah satu upaya kunci terbentuknnya kekebalan komunitas. Kecepatan vaksin untuk kekebalan komunitas juga akan mengurangi resiko mutasi baru Covid-19," jelas dia.
KPBI menilai, kegagalan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 bukan disebabkan karena negara tidak punya dana yang cukup. Justru, kegagalan itu disebabkan karena pemerintah tidak mau memprioritaskan kehidupan dan keselamatan warga sebagai prioritas utama.
"Pemerintah menggunakan pendekatan ekonomi dalam mengatasi masalah kesehatan. Dan selama satu tahun lebih berjalan, pendekatan itu terbukti gagal dan menyakiti rakyat," ungkap Jumisih.
Atas hal itu, Jumisih mengatakan jika KBPI menyatakan dukungan terhadap aksi pengibaran bendera putih. Sebab, aksi tersebut adalah ekspresi rakyat yang sah, jujur, dan benar.
"Kami ingin menyatakan dukungan kepada Aksi Kibarkan Bendera Putih di seluruh Indonesia. Ini adalah ekspresi rakyat yang sah, jujur dan sepenuhnya benar," papar dia.
Adapun sejumlah tuntutan KBPI sebagai berikut:
- Negara harus fokus pada keselematan dan kesehatan warga. Keselamatan warga negara adalah hukum tertinggi.
- Sebagai wujud pertanggungjawaban dan komitmen moral, maka seluruh gaji pejabat negara (termasuk fasilitas dan tunjangan), dari pusat sampai tingkat Kabupaten/Kotamadya harus dipotong sebesar 50 persen selama pandemi. Dana tersebut dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan warga.
- Anggaran proyek-proyek infrastruktur yang tidak ada hubungannya dengan keselamatan dan kesehatan warga (yang besarnya di APPBN 2021 mencapai Rp 417 trilyun) wajib dipotong 50 %. Dana tersebut seyogyanya digunakan demi pemenuhan kebutuhan warga selama pandemi.
- Negara menjamin kelangsungan hidup rakyat dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai sebesar 2 juta Rupiah per bulan kepada rakyat yang terdampak pandemi.
- Negara harus segera mengambil alih perusahan-perusahan yang bangkrut, guna mencegah terjadinya PHK massal. Pengelolaan lebih lanjut perusahaan-perusahaan tersebut diserahkan kepada pekerja/serikat buruh.
- Menambah fasilitas, kuota dan kecepatan distribusi vaksin di seluruh daerah. Upaya ini agar segera terjadi percepatan vaksiniasasi yang merata di seluruh wilayah Indonesia sampai ke pelosok-pelosok daerah.
Pada kesempatan yang sama, KBPI juga menyerukan kepada seluruh federasi anggota KPBI dan seluruh massa buruh di seluruh Indonesia.
"Untuk segera mengibarkan Bendera Putih. Kibarkan bendera putih di sekretariat, di pabrik, di pelabuhan, di perkebunan, di terminal, di bandara, di kantor-kantor, di hunian buruh dan di gang kampung."