Ketakutan Wanita Afghanistan Jika Taliban Berkuasa

Senin, 02 Agustus 2021 | 16:09 WIB
Ketakutan Wanita Afghanistan Jika Taliban Berkuasa
Ilustrasi wanita Aghanistan. [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pasukan AS meninggalkan Afghanistan pada akhir Agustus dan meninggalkan kegalauan bagi wanita di negara itu. Dengan perginya pasukan itu, maka Taliban akan berkuasa dan wanita Afghanistan akan kembali dalam belenggu.

Arab News melaporkan wanita Afghanistan memegang berbagai posisi kunci di lembaga negara saat Taliban tak berkuasa. Mereka mencalonkan diri sebagai presiden dan menjabat anggota parlemen, menteri dan duta besar.

Masa-masa kejayaan yang tak pernah mereka temukan ketika Taliban berkuasa sebelum tahun 2001 saat AS menggulingkan rezimnya.

Manajer toko di Kabul, Nargis mengatakan semua khawatir tentang apa yang akan terjadi setelah pasukan AS pergi.

Baca Juga: Tak Hanya Tarik Pasukan, AS Juga akan Evakuasi Ribuan Warga Afghanistan

"Orang-orang menyaksikan satu era gelap Taliban. Jika mereka datang lagi, tentu tidak akan ada perempuan bekerja dan saya tidak akan berada di tempat saya hari ini."

Wanita Afghanistan. (Shutterstock)

Taliban memerintahkan perempuan untuk keluar rumah dengan kawalan anggota keluarga laki-laki, mengenakan burqa dan melarang laki-laki mencukur jenggot.

Hal ini mengingatkan pada kebijakan kelompok itu ketika mereka memerintah negara dari tahun 1996 hingga 2001.

Shukria Barakzai, aktivis hak-hak perempuan yang menjabat duta besar Afghanistan untuk Norwegia mengatakan Taliban menyandera janda muda dan gadis-gadis.

“Anda lihat di wilayah yang dikendalikan Taliban, mereka memberlakukan pernikahan paksa, perbudakan seksual, dan pernikahan anak meningkat,” ujarnya. "Ini bertentangan dengan budaya Afghanistan, agama, dan aturan perang."

Baca Juga: Pasukan AS Keluar, Taliban Sambut Masuknya Investasi China di Afghanistan

Sementara perempuan di daerah perkotaan menentang perubahan konstitusional, beberapa wanita di pedesaan justru cuek terhadap prospek pengambilalihan Taliban.

Wanita-wanita ini tidak merasa terhubung dengan wanita elit perkotaan dan menganggap perdamaian sebagai prioritas utama, bahkan jika itu mengorbankan hak mereka.

Nasira Ghafoori, penjahit dari provinsi Ghazni mengatakan hak-hak wanita yang disebut oleh pemimpin Afghanistan hanya untuk menarik perhatian Barat agar mereka tetap berkuasa.

“Kami hanya tertarik pada perdamaian dan mengakhiri perang.”

Arab News melaporkan kebangkitan Taliban di tahun 1996 telah mengganggu perjalanan panjang menuju emansipasi wanita melalui pendidikan dan pemberdayaan.

Ilustrasi Taliban. (Shutterstocks)
Ilustrasi Taliban. (Shutterstocks)

Pada 1920-an, Ratu Soraya memainkan peran aktif dalam pembangunan politik dan sosial negara bersama suaminya, Raja Amanullah Khan.

Ia memperkenalkan pendidikan modern untuk perempuan, yang mencakup ilmu pengetahuan dan sejarah. Status wanita juga meningkat pesat di bawah rezim sosialis yang didukung Soviet pada akhir 1970-an dan 1980-an.

Asila Ahmadzai, jurnalis senior di kantor berita Afghanistan Farhat mengatakan wanita berpendidikan telah dari pedesaan pindah ke Kabul.

"Tidak ada aktivis wanita, anggota masyarakat sipil, jurnalis atau pedagang yang ingin tinggal di wilayah yang dikuasai Taliban. Mereka hanya mengizinkan wanita untuk pergi ke sekolah hingga usia tujuh tahun dan tidak melebihi usia itu."

"Jika Taliban mengambil kota, wanita berpendidikan kemudian akan meninggalkan negara itu untuk selamanya karena mereka tidak mampu hidup di bawah pembatasan kelompok."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI