Kisah Manusia Silver: Kesaksian Remaja-remaja yang Terbiasa Hidup dengan Bahaya

Siswanto Suara.Com
Senin, 02 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Kisah Manusia Silver: Kesaksian Remaja-remaja yang Terbiasa Hidup dengan Bahaya
Ilustrasi: manusia silver [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Jadi kita bisa ngasihin kebutuhan keluarga gitu, ngebantu abang. Maka dari itu kita jadinya begini, penghasilan agak lumayan,” kata Idoy.

Modal

Idoy, Dudun, dan Tompel duduk berderet di teras rumah kosong ketika saya bertemu dengan mereka. Sebagian cat silver di tubuh Dudun terlihat mulai luntur karena sering kesenggol tangan. Tanda-tanda cat luntur biasanya terlihat tidak mengkilap lagi.

Cat silver yang dipakai para pengamen ada yang berupa paket sekali pakai dan dapat beli di toko tertentu. Cat paketan lebih praktis karena bisa langsung dioleskan ke badan. Tapi harganya lumayan, rata-rata Rp20 ribu.

Tetapi ada juga yang meracik bahan sendiri, seperti yang dilakukan ketiga remaja yang saya temui. Mencampur bahan sendiri, selain lebih hemat anggaran, juga bisa dibuat wangi.

Dudun dengan lancar menyebutkan nama-nama bahan dan cara meraciknya. Bahannya sederha sekali: bubuk sablon baju, baby oil atau body lotion merek Citra. Sehabis itu, dicampur, selanjutnya diaduk atau dikocok. Racikan pun selesai dan bisa langsung dipulaskan ke badan.

Idoy menambahkan, “Kita ngrasainnya enak juga. Tapi kalau catnya beli langsung nggak enak. Kalau kita ngracik sendiri kan kita puas gitu, wangi catnya.”

Pada waktu cerita soal racikan cat silver, Dudun teringat pengalaman pertamakali memoles badannya. Ketika itu dia merasa canggung. Dia merasa menjadi orang yang sangat aneh. Akan tetapi lama kelamaan, dia terbiasa dengan membalurkan cat ke badan.

“Aneh gitu. Suka mikir aja gitu yak. Badan udah bagus-bagus dicat-cat, kayak orang nggak jelas. Tapi ya mau gimana lagi ya kan, namanya buat nyari makan sehari-harilah itungannya. Mau gimana lagi, mau nggak mau, ya kita kayak begini, ngecat-ngecat begini.”

Baca Juga: Kisah Anak Transmigran Merantau ke Jakarta: Apa yang Terjadi di Kampungnya?

Tompel yang amat jarang bicara ikut mengiyakan ucapan Dudun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI