Sekarang, Dudun tersadar, “Kita kan pernah ngrasain duit dari ortu, kita abisin begitu saja. Jadi sekarang kita ngrasain yang namanya nyari duit itu susahnya gimana dan ngabisinnya cepet banget.”
Mereka berharap masyarakat jangan memberi stigma buruk kepada semua pengamen, terutama manusia silver. Banyak di antara mereka yang memilih menekuni pekerjaan ini karena dipaksa keadaan, apalagi masa di tengah pandemi Covid-19 yang memunculkan masalah pengangguran.
“Jangan anggap kita sebelah mata deh kalau nggak tahu kita aslinya gimana. Kan yang namanya prinsip orang beda-beda, baik buruknya dikita kan nggak tahu. Intinya kita di jalan kan udah sopan,” kata Idoy.
Dudun mengungkapkan di jalanan memang banyak sekali godaan. Misalnya ketika mereka memasuki pemukiman padat penduduk, orang yang punya niat jahat bisa dapat dengan mudah mencuri telepon seluler atau benda-benda berharga milik warga.
“Alhamdulillah saya namanya mencuri nggak pernah tergoda, kalau emang punya niat jahat ya diambil tuh, tapi alhamdulillah saya nggak pernah tuh kayak gitu,” kata Dudun.
“Kita kan niat cari duit, bukan maling, apalagi tangan panjang. Nggak om,” Idoy menambahkan.
Tompel yang dari tadi lebih banyak menyimak, begitu dipancing untuk menyampaikan uneg-uneg, langsung dia bicara secara tajam kepada anak-anak muda. Dia mengatakan bahwa kehidupan manusia berjalan dinamis, itu sebabnya jangan pernah arogan.
“Buat anak muda, kalau duit masih ngandelin orangtua nggak usah sok-sok jadi kayak yang paling ataslah yak. Pokoknya turun dah bang, turun, biar ngarasin pahit manis hidup. Jangan di atas mulu. Di atas juga bosen.”
“Yang namanya orang di atas ya pasti naik turun. Elu juga pastinya nanti bakal di bawah juga bang, nggak mungkin di atas terus bang. Ada waktunya gue di atas elu di bawah kayak gitu.”
Baca Juga: Kisah Anak Transmigran Merantau ke Jakarta: Apa yang Terjadi di Kampungnya?