Tapi kelompok Idoy, meskipun masih darah muda, mereka tetap mencoba mengedepankan sikap damai dengan kelompok lain yang memancing pertikaian. Upaya yang mereka lakukan, misalnya berbicara baik-baik untuk mencari solusi dengan kelompok lain.
“Tapi kalau emang dia emosional, ya mau gimana lagi bang. Kita sudah sabar, kita sudah ngomong baik-baik, terus dianya masih begitu, ya udah kita ladenin aja gitu. Bukan gita nggak mau ngalah atau belagak sok jagoan, tapi emang dianya yang duluin kan, ya begitu deh,” kata Idoy.
Tak selamanya ingin jadi manusia silver
Mereka masih muda. Ibarat kata pepatah, masih banyak jalan menuju Roma. Idoy dan teman-temannya menyadari hal itu. Oleh karena itu, mereka tidak akan selamanya memilih pekerjaan sebagai manusia silver.
Menjalani manusia silver sebenarnya hanya semacam batu loncatan untuk mencari jalan menuju bidang pekerjaan yang lain.
Mereka akan berhenti jadi manusia silver jika nanti sudah menemukan pekerjaan baru.
“Kan kita kayak gini sembari nyari kerja juga di jalan. Kalau ada kerjaan ya kita stop dari kayak gini. Tapi yang namanya dalam pandemi kayak gini kan, nyari kerja susah, ya udah sampai sekarang masih kerjaan kayak gini,” kata Dudun.
Dudun menambahkan, apapun pekerjaan baru yang nanti didapatkan, asalkan sesuai kemampuannya, akan diambil dan disyukuri.
“Kerjaan yang diharapkan sih, ya yang dibilang enak sih susah, cuma yang penghasilannya lumayan aja, kayak sebulan dapat dapat gaji Rp1,5 juta atau Rp2 juta ya kita ambil. Kerjaan yang sebisa kita aja bang. Kita skill dimana gitu. Kalau kerja kan yang penting skill kan bang. Pengalaman ada dimana. Kayak dagang apa gimana, kita masih bisa.”
Baca Juga: Kisah Anak Transmigran Merantau ke Jakarta: Apa yang Terjadi di Kampungnya?
Sementara Idoy bercerita pada bulan September 2021 nanti dia akan memiliki kartu tanda penduduk elektronik. Setelah memiliki e-KTP, orangtuanya berencana memasukkan dia ke tempat kerja melalui jalur orang dalam.