Suara.com - Beredar narasi masyarakat Indonesia dibodohkan dan dimiskinkan oleh sistem selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat alias PPKM level 4 diperpanjang.
Narasi yang beredar di media sosial ini menyebut masyarakat bukan orang bodoh dan miskin. Namun, mereka dibodohkan dan dimiskikan oleh sebuah sistem.
Sebagai bukti, narasi ini turut membagikan berbagai teori mengenai rapid test hingga PCR. Menurut penulis narasi, berbagai jenis tes Covid-19 tidak benar-benar bisa untuk mendeteksi virus.
Tak sampai disitu, narasi ini juga menyebut tidak ada orang yang meninggal disebabkan murni karena virus corona. Karena itu, masyarakat diminta tidak perlu ketakutan berlebihan.
Baca Juga: PPKM Level 4 Berlanjut, Menko Perekonomian: Pemerintah Siapkan Insentif Tambahan
Berikut narasi yang dibagikan tersebut:
“KITA BUKAN BODOH TAPI DIBODOHKAN
KITA TIDAK MISKIN TAPI DIMISKIN
OLEH SEBUAH SISTEM
PENTING DI BACA dan DI PAHAMI ????
Rapid tes itu cek DARAH..
sedangkan covid-19 GAK masuk ke darah
Rapid tes cuma CEK antibodi reaktif /
muncul atau non reaktif..
Bukan cek VIRUS.
Baca Juga: Angga Elza, Joki Mobile Legends dan Trader Asal Tenggarong Sumbang Warga Dampak PPKM
Jika antibodi muncul/reaktif dianggap ada virus atau bakteri..
Tapi gak tau itu virus/bakteri apa..
Itu sudah dianggap hasilnya POSITIF.
Orang FLU kalo ikut rapid tes hasilnya kemungkinan POSITIF
KARENA antibodinya muncul..
Jadi hasil rapid tes POSITIF blm tentu kena CORONA.
Itu hanya menunjukkan ANTIBODINYA reaktif/muncul.
PCR tes pun hanya menunjukkan keberadaan/adanya VIRUS
tapi gak bisa TUNJUKKAN itu virus apa
dan juga gak bisa MEMBEDAKAN antara virus hidup
dan virus mati akibat sudah di bunuh sama antibodi kita.
Tes PCR akan memberikan hasil positif jika ada virus,
entah itu virus hidup atau virus mati..
Gak ada yang meninggal disebabkan MURNI HANYA karena virus corona..
Disebabkan karena terlalu banyak bermacam² virus yg ada dlm tubuh sehingga antibodi kalah dan tidak mampu kalahkan virus yg terlalu banyak dan bermacam² itu..
Jika ada ribuan yg meninggal itu menunjukkan sebelum adanya covid-19 banyak ribuan orang sdh terjangkit virus..
Sehingga ketika kena covid kondisi semakin parah..
antibodi gak ngatasi lagi..
Jadi kemungkinan yg kata media bertambah banyak yg kena,
diliat dari hasil rapid tes itu belum tentu kena covid-19.
Sekali lagi rapid tes cuma mendeteksi antibodi seseorang muncul/reaktif apa gak..
Sedangkan orang flu aja antibodinya pasti muncul/reaktif..
Jika di rapid tes hasilnya juga bisa positif..
Jadi waspada boleh..
Takut juga boleh..
Tapi gak perlu berlebihan sampai ketakutan akut/depresi..
Sebab itu akan mempengaruhi imun kita..
Semisal CONTOH kasus:
Bbrp hari yg lalu ada orang,
waktu mlm tubuhnya panas..
besoknya sesak nafas trus meninggal..
Ternyata orang ini kena typus (makanya tubuhnya panas)
Tapi dipikir-pikir takut kena corona..
dia panik..
jantungnya berdebar kencang…
sesak trus meninggal..
Jadi meninggalnya KARENA serangan jantung ????
Hasil tes medis tidak ada virus corona maupun virus/ penyakit menular lainnya..
Meninggal karena serangan jantung..
kalo sakitnya kena typus..
Semoga seluruh rakyat indonesia semakin paham tentang Covid-19 ini shgg mindset/pola pikirnya berubah menjadi tenang dan positif.
#Tetap_tenang
#jangan_mudah_percaya_dg_medsos.
blokir semua postingan postingan menakutkan yg anda lihat.
semoga kita semua di berikan keselamatan.
Sukai
Komen
Repost
Share
#PPKMLevel4Diperpanjang"
Lantas benarkah klaim tersebut?
PENJELASAN
Berdasarkan penelusuran Turnbackhoax.id -- jaringan Suara.com, narasi mengenai masyarakat yang dibodohkan dan dimiskinkan itu tidak benar.
Berbagai sumber juga telah menjelaskan mengenai perbedaan berbagai jenis tes Covid-19. Salah satunya adalah membahas rapid test yang selain sudah tidak lagi berlaku per Desember tahun 2020, juga bukan merupakan metode tes satu-satunya.
Kini, pemeriksaan virus corona di Indonesia sudah menggunakan rapid test antigen (swab). Jika mendapat hasil reaktid, maka akan dilanjutkan dengan tes PCR untuk memastikan memang benar atau tidak terinfeksi oleh SARS-CoV-2.
Berikut berbagai artikel yang membahasnya:
Kontan.co.id pada 17 Desember 2020 telah memberitakan hal ini. Ringkasan artikel sebagai berikut:
"Hasil pemeriksaan rapid test antigen menjadi syarat bagi pengguna transportasi umum yang ingin bepergian ke luar kota. Sebelum ada kebijakan rapid test antigen, pemerintah telah menerapkan kewajiban surat keterangan rapid test antibodi. Selain itu juga ada tes polymerase chain reaction atau PCR, apa bedanya?"
Liputan6.com pada 19 Desember 2020. Ini isi artikel mengenai penggunaan rapid test antigen:
"Pemerintah DKI Jakarta mulai memperketat peraturan guna menekan penyebaran Covid-19. Salah satu aturan tersebut adalah wajib membawa surat rapid test antigen bagi individu yang hendak keluar-masuk Jakarta. Aturan ini berlaku mulai 18 Desember 2020 sampai 8 Januari 2021. Rapid test antigen sendiri berbeda dengan rapid test antibodi atau rapid test biasa yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah di ujung jari."
Alodokter pada 29 September 2020. Berikut ringkasan artikel mengenai tes Covid-19:
"Tes yang dapat memastikan apakah seseorang positif terinfeksi virus Corona sejauh ini hanyalah pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan ini bisa mendeteksi langsung keberadaan virus Corona, bukan melalui ada tidaknya antibodi terhadap virus ini. Pengamilan sampel untuk metode ini bisa menggunakan teknik usap (swab), maupun dengan PCR kumur."
"Rapid test tidak bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus Corona atau SARS-CoV-2 di tubuh Anda. Oleh karena itu, pemeriksaan ini tidak bisa menjadi patokan untuk mendiagnosis penyakit COVID-19. Rapid test COVID-19 dilakukan untuk mendeteksi apakah di dalam darah terdapat antibodi IgM dan IgG yang bertugas melawan virus corona atau tidak. Kedua antibodi ini diproduksi secara alami oleh tubuh ketika seseorang telah terpapar virus corona. Untuk pemeriksaan yang lebih akurat, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan menggunakan metode swab dan tes PCR."
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, narasi mengenai masyarakat dibodohkan dan dimiskinkan oleh sistem merupakan mis dan disinformasi.
Narasi itu masuk dalam kategori konten yang menyesatkan atau misleading content yang digunakan untuk membingkai sebuah isu.