5 Fakta Agama Baha'i yang Dapat Ucapan Selamat Hari Raya dari Menag

Rabu, 28 Juli 2021 | 14:37 WIB
5 Fakta Agama Baha'i yang Dapat Ucapan Selamat Hari Raya dari Menag
[Suara.com/Ema Rohimah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Agama Baha'i menjadi perbincangan publik usai mendapatkan ucapan selamat hari raya dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut.

Banyak orang bertanya-tanya mengenai apa itu agama Baha'i, asal usul agama Baha'i hingga jejak agama Baha'i di Indonesia.

Berikut Suara.com merangkum beberapa fakta seputar agama Baha'i yang mendapatkan ucapan selamat hari raya dari Gus Yaqut, Rabu (28/7/2021).

1. Dibawa dari Persia

Baca Juga: Heboh! Menag Beri Ucapan Selamat Hari Raya ke Umat Baha'i, Tuai Kontroversi

Lahirnya agama Bahai tak lepas dari seorang saudagar dari Kota Shiraz, Iran, bernama Siyyid Mírzá Alí-Muammad.

Ia kemudian mendapuk dirinya dengan gelar Sang Bab, yang artinya gerbang. Pada 23 Mei 1844, Sang Bab yang berusia 25 tahun mengakui menerima wahyu dari Tuhan.

Ia melakukan gerakan keagamaan bernama Bab. Gerakan keagamaan Bab ini menyebar ke seantero kerajaan Persia (kini Iran) pada masa itu.

Para pemuka agama Islam pada masa itu menentang. Gerakan Bahai ketika itu mendapat banyak tantangan dari para pemuka agama Islam di sana.

Sang Bab akhirnya meninggal dieksekusi mati pada 1850 di lapangan Tabriz pada usia 30 tahun. Bersamaan dengan itu 20.000 pengikutnya juga dieksekusi mati.

Baca Juga: Soal Muazin di Salat Idul Adha Jokowi, Ini Kata Menag

Sebelum wafat, Sang Bab menyatakan, kedatangannya sebagai nabi untuk menyiapkan seorang nabi yang disebut sebagai perwujudan Tuhan. Menurutnya, ajaran yang akan dibawa oleh utusan Tuhan berikutnya jauh lebih besar.

Potret Abdul-Baha, pemimpin agama Bahai yang juga anak sulung Baha’ullah,  terpajang di Kantor Pusat Agama Bahai Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat. [Suara.com/Erick Tanjung]
Potret Abdul-Baha, pemimpin agama Bahai yang juga anak sulung Baha’ullah, terpajang di Kantor Pusat Agama Bahai Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat. [Suara.com/Erick Tanjung]

Orang yang dimaksud Sang Bab bergelar Baha’ullah yang berarti kemuliaan tuhan. Baha’ullah bernama lengkap Mírzá usayn-`Alí Núrí.

Ia merupakan putra pasangan Mírzá Buzurg dan Khadíjih Khánum yang lahir pada 12 November 1817. Mirza Husayn lahir di Taheran, Iran dari keluarga bangsawan. Bapaknya seorang Menteri masa kerajaan Persia.

Ia adalah pengikut Bab sejak 1845 atau setahun setelah kemunculan gerakan keagamaan ini. Tiga tahun setelah Bab dieksekusi, Mirza diasingkan ke Bagdad.

Baha’ullah menerima wahyu pada 1953. Satu dekade kemudian, pada 1863, ia mulai memproklamasikan diri sebagai pembawa wahyu.

Setelah dari Bagdad, Baha’ullah dipindahkan ke penjara di Istanbul, Ibu Kota kerajaan Ottoman (kini Turki). Terakhir ia dipenjara di daerah terpencil di Kota Akka, Israel hingga meninggal dunia.

“Makam Baha’ullah di Kota Akka-Israel itu kini telah dibangun menjadi tempat suci agama Bahai,” kata Humas masyarakat Bahai Indonesia, Rina Tjua Lee Na kepada Suara.com, Kamis (9/5/2019)

Potret makam Baha’ullah,  terpajang di Kantor Pusat Agama Bahai Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat. [Suara.com/Erick Tanjung]
Potret makam Baha’ullah, terpajang di Kantor Pusat Agama Bahai Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat. [Suara.com/Erick Tanjung]

2. Dilarang Era Soekarno

Agama Bahai masuk Indonesia dibawa oleh saudagar dari Persia dan Turki bernama Jamal Effendy dan Mustafa Rumi melalui Sulawesi pada 1878. Ajaran dari Persia ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Nusantara.

Pada era Presiden Soekarno, Bahai sempat dilarang melalui Keppres Nomor 264/1962, karena dianggap bertentangan dengan revolusi, dan cita-cita Sosialisme Indonesia.

Namun, zaman Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Keppres No 264/1962 dicabut dan diganti dengan Keppres No 69/2000 yang menyatakan penganut Bahai bebas menjalankan aktivitas keagamaannya.

Potret Shoghi Effendi, yang diyakini sebagai penafsir sabda Tuhan, terpajang di Kantor Pusat Agama Bahai Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat. [Suara.com/Erick Tanjung]
Potret Shoghi Effendi, yang diyakini sebagai penafsir sabda Tuhan, terpajang di Kantor Pusat Agama Bahai Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat. [Suara.com/Erick Tanjung]

3. Masuk Agama yang Dilindungi di Indonesia

Meski belum diakui sebagai agama dalam KTP, Bahai diakui keberadaannya oleh pemerintah berdasarkan Surat Menteri Agama No 450/1581/SJ tanggal 27 Maret 2014.

Dalam surat menteri agama itu, Bahai termasuk agama yang dilindungi sesuai ketentuan Pasal 29, Pasal 28E, serta Pasal 281 UUD 1945.

4. Puasa 19 Hari

Untuk menjadi penganut Bahai harus meyakini dua hal. Pertama, meyakini Sang Bab dan Baha’ullah sebagai perwujudan Tuhan di muka bumi bagi umat. Kedua, meyakini dan menjalani ajaran dan perintahnya.

Umat Bahai seperti juga agama lain, diwajibkan bersembahyang yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri, serta berdoa dan berpuasa.

Selain sembahyang wajib, ada doa dan tulisan suci yang dianjurkan untuk dibaca dan dipelajari. Setiap penganut Bahai diwajibkan untuk memajukan kerohanian dan spiritualnya.

Kalender Badi yang menjadi acuan umat Bahai [Suara.com/Erick Tanjung]
Kalender Badi yang menjadi acuan umat Bahai [Suara.com/Erick Tanjung]

“Kami telah memerintahkan kepadamu agar bersembahyang dan berpuasa dari awal akil baliq; inilah perintah tuhan, tuhanmu dan tuhan nenek moyangmu,” – bunyi sabda Baha’ullah yang dikutip dari buku agama Bahai.

Dalam agama Bahai, juga diwajibkan berpuasa. Namun, berpuasa penganut Bahai hanya 19 hari, berbeda dengan puasa Ramadan bagi umat Islam.

5. Ciri Khas Agama Baha'i

Ciri khas agama Bahai mengajarkan tiga pilar kesatuan. Pertama, Tuhan itu esa, satu, meski masing-masing orang menyebutnya dengan nama berbeda-beda.

Kedua, kesatuan agama, yakni semua agama yang ada di muka bumi Tuhan-nya sama. Ketiga, kesatuan kemanusiaan.

Bahai memandang agama terpadu satu sama lain, berkemajuan sesuai perkembangan zaman.

Ajaran Bahai meyakini Tuhan mahaesa, mahatahu, mahakuasa, tidak dapat binasa, tanpa awal dan akhir, merupakan pencipta segala alam semesta. Baha’i menerima keabsahan agama-agama besar lainnya.

"Bahaula mengajarkan bahwa semua agama yang ada dimuka bumi Tuhan-nya sama. Tujuannya sama, untuk membuat manusia hidup damai dan meyakini Tuhan. Semua orang menyebut Tuhan dengan bahasanya masing-masing," ujar Rina.

[Suara.com/Ema Rohimah]
[Suara.com/Ema Rohimah]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI