Kisah Gadis Belia yang Dibunuh Keluarganya Sendiri karena Memakai Jeans

Selasa, 27 Juli 2021 | 19:18 WIB
Kisah Gadis Belia yang Dibunuh Keluarganya Sendiri karena Memakai Jeans
Ilustrasi. Neha Paswan, gadis belia India usia belasan yang dikenal lebih suka memakai pakaian modern. [Rajesh Arya / BBC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbagai kasus gadis belia atau perempuan muda yang dianiaya secara brutal oleh kerabat mereka, belakangan ini jadi berita utama di India.

Insiden-insiden itu juga menyoroti betapa tidak amannya kaum perempuan justru saat berada di lingkungan rumah sendiri.

Pekan lalu, seorang gadis 17 tahun bernama Neha Paswan diduga dipukul hingga tewas oleh kerabat jauh keluarganya di negara bagian Uttar Pradesh, India bagian utara, hanya karena mereka tidak suka perempuan itu memakai jeans.

Ibunya, Shakuntala Devi Paswan, kepada BBC Hindi mengatakan bahwa remaja itu dipukul dengan tongkat oleh kakek dan para pamannya setelah perdebatan soal gaya pakaian korban di rumah mereka di Desa Savreji Kharg di distrik Deoria, yang merupakan salah satu wilayah terbelakang di Uttar Pradesh.

Baca Juga: Bikin Video Pura-pura Mati di Rel Kereta Api, Influencer Ini Ditangkap Polisi

"Dia sudah berpuasa sepanjang hari. Malamnya, dia mengenakan pakaian jeans dan menjalankan ritualnya. Saat kakeknya keberatan atas gaya pakaiannya, Neha membalas bahwa jeans memang dibuat untuk dipakai dan dia tetap akan memakainya," kata sang ibu korban.

Perdebatan itu kian panas sehingga dilakukan kekerasan pada korban.

Shakuntala mengungkapkan putrinya setelah itu tergeletak tidak sadarkan diri. Para saudara iparnya lalu memanggil bajaj untuk membawa korban ke rumah sakit.

"Mereka tidak membolehkan saya menemaninya, sehingga saya memberi tahu kerabat saya sendiri untuk pergi melihat anak saya di rumah sakit, namun mereka tidak menemukannya."

Keesokan paginya, ungkap Shakuntala Devi, mereka mendengar kabar ada mayat seorang perempuan yang tergantung di jembatan di atas Sungai Gandak.

Baca Juga: Unik, Lifter India Dapat Pizza Gratis Seumur Hidup usai Sabet Perak di Olimpiade Tokyo

Setelah dilihat, ternyata itu jenazah Neha.

Polisi setempat tengah mengusut kasus pembunuhan dan pemusnahan barang bukti itu dengan memeriksa 10 orang, termasuk kakek, paman, bibi, sepupu dan sopir bajaj.

Sementara pihak tersangka belum memberi pernyataan publik.

Pejabat senior polisi Shriyash Tripathi kepada BBC Hindi mengatakan bahwa empat orang, termasuk kakek dan paman korban serta sopir bajaj telah ditahan dan menjalani pemeriksaan.

Menurut dia, polisi masih mencari tersangka lain.

Ayah Neha, Amarnath Paswan, yang bekerja sebagai buruh harian di suatu lokasi proyek konstruksi di Kota Ludhiana, negara bagian Punjab, terpaksa pulang kampung setelah kasus itu.

Dia mengaku sudah bekerja keras untuk menyekolahkan anak-anaknya, termasuk Neha.

Shakuntala Devi mengungkapkan anak mereka itu bercita-cita jadi polisi, namun "mimpinya itu kini tidak pernah terwujud."

Dia menduga para saudara iparnya itu selama ini menekan Neha agar tidak lagi bersekolah dan mereka sering mencacinya karena tidak mau memakai baju tradisional India.

Neha suka berpakaian ala modern.

Dua fotonya yang ditunjukkan keluarga Neha kepada BBC menunjukkan dia sedang memakai gaun panjang dan satu lagi saat memakai celana dan jaket jeans.

Kalangan pegiat mengatakan bahwa kekerasan atas perempuan muda di rumah mereka sendiri sangat tertanam dalam masyarakat yang kental dengan budaya patriarki dan kekerasan itu sering direstui oleh tetua dalam keluarga.

Kalangan gadis dan perempuan di India menghadapi ancaman serius - mulai dari berisiko dibunuh sejak masih dalam kandungan karena banyak keluarga yang memilih punya anak laki-laki, hingga jadi korban diskriminasi dan penelantaran.

Kekerasan dalam rumah tangga telah merajalela dan rata-rata 20 perempuan dibunuh setiap hari karena membawa mahar yang tidak mencukupi.

Perempuan dan gadis di kota kecil dan pedesaan India hidup di tengah berbagai pembatasan yang begitu ketat.

Tetua desa maupun keluarga mereka sering mendikte apa yang harus mereka pakai, ke mana mereka boleh pergi, dan dengan siapa mereka boleh bicara.

Bila pembatasan itu dilanggar maka akan dianggap provokasi dan harus dihukum.

Tidak mengherankan bila dugaan penganiayaan atas Neha atas pilihan busananya termasuk satu dari kasus serangan brutal yang menimpa perempuan muda oleh kerabat mereka, yang belakangan ini mengguncang India.

Bulan lalu, tayangan video yang memilukan berasal dari distrik Alirajpur di negara bagian Madhya Pradesh. Seorang perempuan 20 tahun dipukul oleh ayah dan tiga sepupu laki-lakinya.

Saat polisi memeriksa kasus itu, mereka beralasan perempuan itu lagi "dihukum" karena kabur dari suaminya setelah mengaku sering dianiaya.

Satu pekan sebelum insiden itu, muncul laporan dua gadis tanpa ampun dianiaya oleh keluarganya sendiri karena ketahuan bertelepon dengan seorang sepupu laki-laki di distrik Dhar.

Rekaman sejumlah video atas insiden itu menunjukkan satu dari dua gadis itu diseret dengan rambutnya sebelum dicampakkan ke tanah, lalu ditendangi, dan dipukul oleh tongkat dan papan kayu oleh orang tuanya, saudara laki-laki dan sepupunya.

Setelah video itu jadi viral, polisi menahan tujuh orang.

Insiden serupa, yang juga terjadi bulan lalu, dilaporkan di negara bagian Gujarat, di mana dua remaja dipukuli oleh sedikitnya 15 laki-laki, termasuk kerabat korban, hanya karena berbicara dengan ponsel, ungkap polisi.

Aktivis gender Rolly Shivhare mengatakan bahwa "betapa mengejutkan bahwa di abad ke-21 masih terjadi pembunuhan dan penganiayaan atas anak-anak perempuan karena memakai jeans atau berbicara melalui ponsel."

Patriarki, ujarnya, merupakan "salah satu masalah terbesar di India" dan dia menuding para politisi, pemimpin, dan pemengaruh sering melontarkan komentar-komentar misoginistis yang memberi contoh buruk.

"Pemerintah mengatakan bahwa anak perempuan merupakan prioritas kita dan mengumumkan skema besar atas kesejahteraan mereka, tapi itu tidak terjadi di lapangan," ujar Shivhare.

Di negera-negara Barat, seorang anak atau perempuan yang hidupnya berisiko di dalam lingkungan rumah mereka sendiri bisa pindah ke tempat penampungan atau di rumah asuh.

"Rumah penampungan dan pusat krisis di India masih sedikit dan kebanyakan masih dikelola secara buruk sehingga tidak ada yang mau tinggal di sana. Pemerintah perlu mengalokasikan lebih banyak anggaran dan memperbaiki kondisinya," kata Shivhare.

"Namun satu-satunya solusi jangka panjang adalah membuat anak-anak perempuan jadi lebih peduli akan hak-hak mereka."

Laporan dari Deoria oleh Rajesh Arya, BBC Hindi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI