Suara.com - Ulah pria yang memaki-maki Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait pandemi covid-19 membuat geger warganet.
Melalui video singkat yang diunggah ke media sosial, lelaki itu memaki sambil mengaitkan pandemi covid-19 di Aceh dengan PKI.
Dalam video itu, terlihat pria berbicara memakai bahasa Indonesia bercampur bahasa Melayu. Di dekatnya juga terdapat foto Presiden Jokowi.
Di bawah foto Jokowi, terdapat tulisan 'Wufan Maulana' yang diduga nama pria tersebut.
Baca Juga: Luhut: Saya Minta TNI-Polri Bujuk Pasien Covid Lansia dan Komorbid ke Tempat Isolasi
Dalam videonya, ia menyebut di Aceh tidak ada corona.
Ia lantas menuduh Jokowi kader PKI dan menjadikan covid-19 sebagai alasan untuk memutuskan Aceh masuk zona merah.
"Aceh ndak ada Covid-19, kau PKI jangan jadi jahanam kau Jokowi ya. Kau jangan jadi jahanam," kata pria tersebut sambil menunjuk-nunjuk kamera.
Tak tanggung-tanggung, ia kemudian memaki Jokowi dengan seruan binatang.
"Kau ini mau di-sniper di kepala kau baru kau mundur sekalian nyawa kau masuk dalam kubur," ujarnya.
Baca Juga: Akidi Tio, Sosok Warga Palembang Sumbang Rp 2 Triliun bagi Penanganan COVID 19
Selain itu, pria itu juga menyinggung TNI dan Polri disogok agar tidak melawan. Dia lalu meminta masyarakat membakar tempat pemeriksaan covid-19 yang disebutnya dibuat oleh PKI.
"Saya imbau kepada bangsa saya yang ada di bumi Aceh. Kalau ada tim medis PKI masuk Aceh untuk mengecek COVID-19 segera bakar di mana dia buat tempat itu mengecek COVID dibakar tempat itu, dibakar massal. Bangkit bangsaku. Bangkit," katanya.
Menurutnya, Aceh tempat kelahirannya tak bisa dipermainkan oleh Jokowi.
"Kau permainkan bangsa kau, bangsa Jawa itu hak engkau. Jangan kau permainkan umat-umat Islam yang ada di bumi Aceh," ujarnya.
Polda Aceh tengah menyelidiki video berisi ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi tersebut.
"Kami sudah profiling yang bersangkutan dan sudah mendapatkan data keluarga yang bersangkutan. Sudah diketahui, di Malaysia," ujar Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Winardy.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku diketahui merantau ke Malaysia sejak tahun 2015. Di sana, pelaku disebut bekerja tidak menentu atau serabutan.