Suara.com - Menyambut Hari Anak Nasional 2021, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Jepang, menekankan pentingnya perlindungan terhadap anak, khususnya keselamatan di wilayah rawan bencana. Keterampilan kesiapsiagaan bencana di sekolah menjadi salah satu indikator kabupaten/kota layak anak.
“Jepang sendiri terkenal memiliki kesiapsiagaan bencana terbaik di dunia sehingga Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) selalu bekerja sama dengan pemerintah setempat setiap tahun untuk melaksanakan pelatihan dan simulasi darurat bencana. Sayangnya, akibat pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk Jepang, kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sejak tahun lalu,” ujar Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Nuning Heri Akhmadi saat membuka webinar pendidikan bertajuk “Sekolahku Siaga Aman Bencana”, Kamis (15/7/2021).
Webinar yang terselenggara atas kerja sama DWP KBRI Tokyo dengan Sekolah Republik Indonesia Tokyo itu digelar untuk menyambut Hari Anak Nasional 2021 dan bertujuan menggugah kesadaran Warga Negara Indonesia (WNI) di Jepang dalam penanggulangan bencana di sekolah.
“Pembekalan kesiapsiagaan bencana sangatlah penting. Oleh karena itu, walaupun masih dalam kondisi pandemi pembekalan tersebut tetap harus dilaksanakan melalui kegiatan webinar. Dan webinar ini dapat diikuti oleh warga Indonesia tidak hanya yang berada di Jepang, tetapi di negara lain di seluruh dunia,” tutur Nuning.
Baca Juga: Kemendikbudristek Luncurkan Program Beasiswa Magang dan Studi Independen Bersertifikat
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang, Heri Akhmadi menyampaikan bahwa belajar penanggulangan bencana dari Jepang adalah sumber yang paling tepat.
“Di Jepang, kesadaran akan kesiapsiagaan terhadap bencana sudah ditanamkan mulai dari taman kanak-kanak sampai tingkat yang paling tinggi. Untuk itu, praktik tentang penanggulangan bencana yang dilakukan oleh Jepang bisa menjadi contoh yang baik bagi kita,“ ungkap Dubes Heri.
Sementara itu, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Tokyo, Yusli Wardiatno mengatakan bahwa acara ini merupakan bagian dari upaya KBRI Tokyo untuk melakukan kajian ulang terhadap keamanan gedung sekolah bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan serta semua pemangku kepentingan, khususnya di SRIT.
"Keamanan merupakan prioritas di sekolah ini. Kami telah meminta ahli mitigasi bencana yang juga menjadi narasumber webinar ini untuk melakukan asesmen ulang. Dengan kajian tersebut SRIT akan secara bertahap memperbaiki, melengkapi, dan meningkatkan sarana dan prasarana terkait keamanan dan kesiagaan terhadap bencana yang mungkin terjadi," tutur Yusli.
Webinar itu juga menampilkan pesan video dari salah seorang anggota Dewan Kota Meguro, Tokyo, Kanako Kobayashi. Ia menyampaikan bahwa Jepang dikenal sebagai negara rentan bencana. “Tokyo metropolitan memiliki peluang 70 persen mengalami gempa dalam 30 tahun. Hal ini sangat menakutkan,” jelasnya.
Baca Juga: Twibbon Hari Anak Nasional 2021 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Lebih lanjut, Kanako Kobayashi menerangkan bahwa di Jepang pelatihan siaga bencana diselenggarakan secara berkesinambungan.
“Pemerintah Jepang memiliki program latihan siaga bencana bagi seluruh jenjang pendidikan yang diberikan secara rutin, yaitu pelatihan siaga menghadapi gempa, angin topan, tsunami, kebakaran, banjir, hingga melarikan diri dari orang yang mencurigakan,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa pelatihan yang sama juga diberikan kepada warga SRIT.
“Para siswa diajarkan bagaimana cara menggunakan alat pemadam kebakaran dan itu tidak hanya bagi siswa di sekolah-sekolah jepang, Pemerintah Kota Meguro juga mengajarkan siswa Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT),” tutur Kanako Kobayashi.
Selanjutnya, narasumber pertama pada webinar itu, yaitu Dosen Kobe University, Mizan Bustanul Fuady Bisri menyampaikan bahwa konsep Comprehensive School Safety (CSS) yang berkembang baik di Jepang maupun universal memiliki tiga pilar penting, yaitu fasilitas pendidikan aman bencana, manajemen kebencanaan sekolah, dan pendidikan pengurangan risiko bencana.
“Konsep CSS bisa mendudukkan secara komprehensif bagaimana untuk menciptakan fasilitas pendidikan yang aman dari bencana dan pada saat yang sama juga berkontribusi mengurangi risiko bencana,” papar Mizan Bisri.
Mizan Bisri juga menjelaskan bahwa ada tujuan yang berbeda untuk setiap latihan atau drill siaga bencana di setiap jenjang pendidikan.
“Untuk jenjang sekolah dasar murid-murid diajarkan tentang bagaimana melindungi dirinya sendiri, jenjang sekolah menengah diajarkan tentang bagaimana melindungi diri sendiri dan menolong orang lain, jenjang sekolah yang lebih tinggi diajarkan tidak hanya melindungi diri dan orang lain, tetapi juga bagaimana cara mengurangi risiko bencana,“ jelasnya.
Sementara itu, narasumber kedua, yaitu pembina Sigap Keluarga Peduli Pendidikan (KerLIP) Indonesia, Yanti Sriyulianti, menerangkan bahwa jaminan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) harus secara komprehensif mencakup fase prabencana, penanganan situasi darurat, dan pemulihan pascabencana.
“SPAB adalah sekolah yang memberikan jaminan keamanan, keselamatan, kesehatan, kemudahan, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan standar keselamatan ketika anak-anak ada di sekolah. Bagaimana hak-hak anak atas rasa aman, selamat, nyaman dan sehat tersebut dapat dijamin oleh sekolah,” tutur Yanti.
Yanti menambahkan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam rangka mewujudkan SPAB.
“Kalau di tingkat keluarga, rencana kesiapsiagaan itu ada 12, sedangkan di satuan pendidikan ada sepuluh langkah. Dalam implementasinya, sepuluh langkah ini dapat diintegrasikan dengan berbagai sektor yang bergerak di bidang pendidikan dan kebencanaan,“ ujar Yanti.
Pada akhir acara, Kepala SRIT, Saidan menyampaikan apresiasi atas suksesnya kegiatan webinar.
“Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada DWP KBRI Tokyo dan Atdikbud yang telah mendorong, membantu, dan memfasilitasi SRIT dalam melaksanakan kegiatan webinar bagi masyarakat Indonesia di Jepang dan seluruh penjuru dunia. Saya berharap para peserta dapat mengambil pelajaran yang bermanfaat untuk diterapkan dalam rangka menciptakan sekolah yang aman dan nyaman,” pungkas Saidan.
Webinar tersebut diikuti lebih dari 500 peserta, baik melalui aplikasi Zoom maupun siaran langsung YouTube. Peserta tersebut berasal dari berbagai kalangan, di antaranya kepala sekolah, guru dan siswa dari berbagai satuan pendidikan Indonesia (dalam negeri dan luar negeri), perwakilan RI dan DWP di seluruh dunia, dosen dan mahasiswa, yayasan pendidikan dan kelembagaan yang menangani bencana, pemerhati pendidikan, orang tua siswa serta masyarakat umum.