Suara.com - Direktur Eskekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya angkat bicara mengenai aksi sejumlah pejabat yang menginginkan mendapat perlakuan istimewa selama pandemi Covid-19.
Menurut Yunarto, para pejabat tersebut sudah merasa menjadi majikan setelah terpilih sebagai wakil rakyat.
Kritik tersebut disampaikan oleh Yunarto saat menjadi pembicara di acara Mata Najwa yang disiarkan di Trans7, Rabu (21/7/2021).
"Simple, mereka kan merasa menjadi wakil rakyat itu kan ketika kampanye saja. Ketika sudah terpilih mereka merasa menjadi majikan," kata Yunarto seperti dikutip Suara.com, Jumat (23/7/2021).
Baca Juga: Bandingkan Jokowi Blusukan dan Gubernur Bolak-balik Kuburan, Yunarto: Apa Bisa Diteladani?
Yunarto menyoroti banyaknya partai politik yang masih berlomba-lomba memasang baliho sebagai pencitraan untuk pemilihan 2024 mendatang, bukan untuk kepentingan penanganan pandemi Covid-19.
"Kita bisa lihat, sedih. Masih ada partai berlomba pasang billboard, baliho, kepentingannya bukan buat pandemi, tapi buat 2024, mau nyapres atau apapun itu namnya," ungkapnya.
Menurut Yunarto, situasi tersebut membuat masyarakat tidak bisa berharap banyak dengan para wakil rakyat.
"Tidak mungkin pemerintah berkualitas kalau opisisinya tidak berkualitas, tidak mungkin juga pemerintah berkualitas ketika partai baik yang opsisinya atau pendukungnya, itu tidak tidak berkulaitas juga," tegasnya.
Yunarto membandingkan situasi yang terjadi di Indonesia dengan Jepang, di mana Perdana Menteri Jepang meminta maaf setelah melakukan debat dengan oposisi di parlemen.
Baca Juga: Epidemiolog: Data Harus Akurat, Kalau Tidak PPKM Tak Akan Berakhir dan Cuma Pindah Level
"Bayangkan itu keluar dari politisi oposisi, yang bicara mengenai dirinya sendiri, bagaimana cek and balance tekanan kepada pemerintah untuk bekerja lebih ketika oposisinya seperti ini," ucap Yunarto.
Yunarto menilai, sikap tuna rasa dan tuna simpati yang ditunjukkan oleh para wakil rakyat sudah menjadi budaya yang melekat kuat di Indonesia.
"Ini yang menurut saya menjadi sebuah hal sistemik, tuna rasa dan tuna simpati ini memang problem yang menjadi kultur," tukasnya.
Simak video selengkapnya di sini.