Suara.com - Salah satu pendiri Lapor Covid-19, Irma Hidayana mengungkapkan kalau angka kematian penduduk akibat Covid-19 yang dipublikasikan pemerintah kerap berbeda dengan apa yang tercatat di level kabupaten/kota ataupun provinsi.
Dia pun mengingatkan, akan risiko adanya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di luar laporan atau under reporting cases.
Lebih lanjut, dia mengatakan, angka kematian yang dilaporkan kabupaten/kota, provinsi dan nasional itu kerap berbeda-beda. Bukan hanya data angka kematian, menurutnya angka terkonfirmasi positif Covid-19 pun kadang kerap berbeda.
Semisal, seperti yang ditemukan LaporCovid19 terkait adanya ketimpangan pada angka kematian yang dilaporkan kabupaten/kota dengan pemerintah melalui Kemenkes/Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pada 25 Juni 2021.
Baca Juga: Jakarta Jadi Provinsi dengan Kematian Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri Terbanyak, Waduh!
Kalau versi kabupaten/kota, angka kematian yang sudah terkonfirmasi Covid-19 melalui tes PCR itu ada sebanyak 69.326 orang. Sedangkan untuk versi Kemenkes/Satgas Covid-19, tercatat ada 56.371 orang meninggal dunia.
"Ini yang kemudian kami LaporCovid19 menyoroti under reporting cases," kata Irma dalam paparannya yang disiarkan melalui kanal YouTube Sahabat ICW, Kamis (22/7/2021).
Under reporting cases itu menurut Irma sudah diwanti-wanti sebelumnya oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Irma menyebut adanya resiko apabila under reporting cases dimiliki Indonesia.
Ia menjelaskan kalau misalkan under reporting cases terus terjadi, maka resikonya ialah akan meningkatkan penyebaran Covid-19.
"Konsekuensinya akan meningkatkan transmisi di tingkat lokal karena ketidaktahuan masyarakat kalau orang ini sakit Covid-19, kalau itu tidak ketahui, tetangganya enggak tahu dan sebagainya mungkin bisa menularnya ke mana-mana," jelasnya.
Baca Juga: Cetak Sejarah! Kasus Covid Indonesia Tembus 3 Juta Orang, 1.449 Pasien Wafat dalam Sehari
Under reporting cases juga dikatakan Irma mesti dicermati oleh pemangku kepentingan dalam pembuat kebijakan. Mereka sejatinya bisa menformulasikan kebijakan sesuai dengan situasi yang terjadi di lapangan.
"Misalnya kalau kasusnya banyak dan sebagainya ya melakukan pengetatan wilayah yang lebih ketat lagi, testingnya ditingkatkan lagi, vaksinasi dipercepat kurang lebih seperti itu."