Kepala Perpusnas: Butuh Peran Pemerintah untuk Bangun Perpustakaan Berkelas Dunia

Sabtu, 17 Juli 2021 | 13:20 WIB
Kepala Perpusnas: Butuh Peran Pemerintah untuk Bangun Perpustakaan Berkelas Dunia
MIPI Gelar Webinar Bahas Konsep dan Strategi Membangun Perpustakaan Indonesia Berkelas Dunia. (Dok: Kemendagri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagai negara terbesar keempat di dunia dari segi jumlah penduduk, sejatinya Indonesia memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas.

Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando mengatakan, meningkatkan kualitas SDM bisa melalui peningkatan literasi. Namun, ini butuh peran nyata dari pemerintah.

"Komitmen pemerintah dalam mewujudkan SDM yang unggul juga kian memperkuat legitimasi pentingnya perpustakaan umum di tengah masyarakat," tutur Syarif Bando dalam Webinar bertajuk 'Konsep dan Strategi Membangun Perpustakaan Indonesia Berkelas Dunia' yang digelar secara daring pada Sabtu, (17/7).

Pada kesempatan tersebut, Syarif Bando juga mengingatkan pada Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO /IFLA (1994) tentang perpustakaan umum, bahwa “Bangku terakhir pendidikan bagi setiap orang adalah Perpustakaan.”

Baca Juga: Strategi Kominfo Siapkan Talenta Digital Indonesia

Sejalan dengan itu, sesuai dengan Mandat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perpustakaan merupakan urusan wajib nonpelayanan dasar yang harus dibentuk kelembagaannya sebagai organisasi perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota.

“Data yang ada di Perpustakaan Nasional sampai dengan Tahun 2021, seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota telah membentuk kelembagaan berupa Dinas Perpustakaan, meskipun seluruhnya belum terakreditasi A sesuai dengan standar nasional Perpustakaan,” kata Syarif.

Dia mengatakan, perpustakaan dan profesi pustakawan harus berkembang menyesuaikan kemajuan dan kebutuhan zaman. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perpustakaan dan profesi pustakawan juga harus menyesuaikan kebutuhan peradaban kekinian, agar eksistensinya tetap terjaga dan masih dapat memenuhi kebutuhan literasi masyarakat.

“Kalau dulu perpustakaan sebagai simbol eksklusif, orang-orang yang berilmu, bangsawan, para raja, kalau paradigma itu masih dipakai, maka tidak laku itu perpustakaan,” ujarnya.

Paradigma baru perpustakaan era kini menghendaki transfer of knowledge sebesar 70 persen. Dengan paradigma baru itu pula, maka definisi perpustakaan tidak hanya sebagai sebuah tempat untuk membaca buku, namun memiliki definisi yang lebih luas.

Baca Juga: Membaca Buku di Perpustakaan Tertinggi di Dunia

Syarif membedah, dengan paradigma baru, setidaknya perpustakaan dapat didefinisikan sebagai berikut:

Pertama, rumah mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yang melakukan inovasi untuk berubah ke arah yang lebih baik; Kedua, tempat para penulis, peneliti, penerbit, ilmuwan, agamawan, wartawan, budayawan dan politikus membedah buku untuk membangun peradaban bangsa; Ketiga, tempat mengumpulkan, mengolah, mendayagunakan dan menyimpan produk budaya seperti karya tulis, karya cetak, karya rekam, buku digital hasil karya putra/putri bangsa; Keempat, wadah untuk mengemban mandat UNESCO untuk mewujudkan fungsi yang berorientasi pada layanan nasional, warisan budaya, dan infrastruktur budaya; Kelima, Institusi terpenting untuk menemukan solusi menghapuskan belenggu kebodohan dan kemiskinan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI