Suara.com - Pengadilan tinggi Uni Eropa mendapat kecaman setelah memutuskan seseorang atau perusahaan dapat melarang karyawannya mengenakan jilbab dalam kondisi tertentu.
Putusan tersebut dikeluarkan pada Kamis (15/7), setelah membahas adanya dua laporan kasus dari Jerman tentang pemakaian jilbab saat bekerja.
Larangan tersebut dapat diberlakukan jika pihak perusahaan menganggap perlu menampilkan citra netral terhadap pelanggan atau untuk mencegah perselisihan sosial, jelas ECJ, disadur dari menyadur Russian Today Jumat (16/7/2021).
Putusan ECJ tersebut langsung menuai kritik dari berbagai pihak. Banyak yang menganggapnya sebagai serangan terhadap Islam dan mengurangi hak Muslim di Eropa.
Baca Juga: Tunjukkan Bawang Merah di Jerman, Warganet Heran dengan Bentuknya yang Unik
Mehreen Khan, koresponden UE Financial Times, mengatakan keputusan itu secara terbuka dirayakan oleh sayap kanan. Dia menyoroti tweet dari anggota parlemen Belgia, Theo Francken, yang mengungkapkan jika parlemen mendukung putusan pengadilan tersebut.
Dalam cuitan lainnya, Francken mengungkapkan jika putusan tersebut dapat menegakkan hak perusahaan untuk tidak mempekerjakan wanita Muslim jika mereka pikir itu buruk untuk bisnis mereka.
Sementara itu, sejumlah warganet mengklaim UE munafik karena mendiskriminasi umat Muslim dengan melarang jilbab di tempat kerja dan membawa Hungaria ke pengadilan karena mendiskriminasi komunitas LGBTQ+.
"Uni Eropa pergi ke Afghanistan untuk membebaskan perempuan tetapi ingin menindas sebagian perempuan di rumahnya sendiri," tulis seorang warganet.
Putusan tentang pemakaian jilbab tersebut dikeluarkan setelah ECJ mendapatkan laporan dua kasus terkait pemakaian hijab. Kedua kasus tersebut berasal dari Jerman.
Baca Juga: Best 5 Oto: Persiapan EICMA di Italia, Mobil Padodi Milik Ananda Omesh, Aturan Uni Eropa
Kasus tersebut menimpa dua wanita yang keduanya Muslim, satu bekerja sebagai pengasuh kebutuhan khusus dan yang lain sebagai kasir di rantai toko obat Mueller.
Kedua wanita tersebut dilaporkan awalnya bekerja tidak mengenakan hijab, namun setelah kembali dari libur cutinya, mereka berdua memutuskan untuk memakai jilbab.
Dalam kedua kasus tersebut, para wanita itu diberitahu oleh majikan mereka bahwa mereka tidak boleh mengenakan hijab demi menjaga netralitas.
Pada kasus yang menimpa pengasuh, ECJ memutuskan bahwa tidak ada diskriminasi, sebab sang majikan juga meminta seorang karyawan Kristen untuk melepaskan liontin salib yang ia kenakan.