Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim dapat memutus perkara korupsi eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo selaku terdakwa, sesuai dengan fakta hukum dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Edhy Prabowo, Kamis (15/7/2021) hari ini, akan menjalani sidang vonis yang akan dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati mengatakan, majelis hakim dapat memutus Edhy bersalah dalam kasus korupsi izin ekspor benih lobster di Kementerian KP tahun 2020 tersebut.
"KPK tentu berharap majelis hakim akan memutus dan menyatakan terdakwa bersalah dengan mempertimbangkan seluruh fakta hukum sebagaimana uraian analisis yuridis JPU dalam tuntutannya," ujar Ipi saat dikonfirmasi, Kamis (15/7/2021).
Baca Juga: Nasib Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo Ditentukan Hari Ini
Sebelumnya, Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara dalam perkara suap izin ekspor benih lobster di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Selain pidana badan, Edhy juga dituntut membayar denda Rp 400 juta, subsider enam bulan kurungan penjara.
"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa KPK dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Jaksa KPK juga memberikan pidana tambahan kepada terdakwa Edhy Prabowo berupa membayar uang pengganti mencapai Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu.
Dalam dakwaan jaksa, Edhy Prabowo disebut menerima suap sekitar Rp 24.625.587.250.000 dan USD 77.000 terkait kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020.
Baca Juga: Usut TWK KPK, Komnas HAM Gali Keterangan Ahli Hukum Administrasi Negara
Jaksa Ronald merincikan, penerimaan suap Edhy diterimanya melalui perantara yakni, sekretaris pribadinya Amiril Mukminin dan staf khususnya Safri menerima total USD 77.000 dari bos PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Sedangkan, uang suap senilai Rp 24 miliar juga diterima Edhy juga dari Suharjito. Di mana, Edhy mendapatkan uang itu melalui Amiril Mukminin; staf pribadi istri Edhy, Ainul Faqih dan staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Edhy didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.