Suara.com - Aparat kepolisian membubarkan paksa aksi damai mahasiswa dan pemuda di lingkungan kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) serta Dok 9 di Jayapura, Papua, Rabu (14/7/2021). Dalam peristiwa itu, polisi melakukan tindak kekerasan serta menangkap setidaknya 23 mahasiswa.
Kabar tersebut disampaikan oleh advokat dari PAHAM Papua Yohanis Mambrasar melalui keterangan tertulisnya, Rabu (14/7/2021). Yohanis bercerita kalau segenap mahasiswa Papua di Jayapura yang tergabung dalam wadah Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua Tolak Otsus Jilid II melakukan aksi demonstrasi mulai pada pukul 08.00 hingga 10.00 WIT.
Rencananya mereka akan melanjutkan aksinya dengan long march menuju kantor DPR Provinsi Papua.
Namun baru sebentar menyampaikan orasi, tetiba aparat kepolisian mendatangi mereka dengan membawa peralatan. Aparat tersebut berupaya untuk membubarkan aksi demonstrasi tersebut tetapi dengan sejumlah paksaan hingga mahasiswa terluka.
Baca Juga: Ancam Mutasi ASN ke Papua, Mensos Risma Disebut Lagi Akting
"Polisi mendorong secara kasar dan memukul sejumlah mahasiswa hingga terluka dan berdarah, polisi juga merampas barang milik para mahasiswa," kata Yohanis.
Tidak hanya itu, aparat kepolisian juga menangkap 23 peserta aksi demonstrasi. 10 orang ditangkap di kampus Uncen Warna, 11 orang ditangkap di kampus Abepura dan 2 orang lainnya ditangkap di Dok 9.
"Mahasiswa yang terluka berjumlah 4 orang," ujarnya.
Mahasiswa yang ditangkap berjumlah 23 orang, 10 orang diantaranya ditangkap di Kampus Uncen Warna, 11 ditangkap di Kampus Abepura dan 2 orang lainnya ditangkap di Dok 9. Para mahasiswa yang terluka berjumlah 4 orang.
Karena tidak bisa berorasi di depan kantor DPR Provinsi Papua, salah satu anggota DPR Provinsi Papua yakni Laurens Kadepa menemui para mahasiswa tersebut di lingkungan Kampus Uncen untuk mendengarkan aspirasi.
Baca Juga: Mengenang Bambang Purwoko, Pejuang Papua yang Sempat Jadi Wartawan Hingga Ditembak KKB
Menurut Yohanis, mahasiswa dan pemuda yang ditangkap masih ditahan di Polres Jayapura. Polisi juga disebutnya membatasi kuasa hukum untuk menemui para mahasiswa yang ditangkap.
"Sebuah kenyataan yang sangat buruk dinegara ini bahwa kebebasan berekspresi rakyat dibungkam, hak politik rakyat ditiadakan, rakyat dilarang menyampaikan hak politiknya," tuturnya.
Yohanis juga menilai peristiwa tersebut menjadi bukti kalau aparat kepolisian menjadi penghalang bagi rakyat Papua menggunakan hak mengeluarkan pendapatnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan kalau sesungguhnya para mahasiswa itu hendak menyampaikan aspirasi menolak dengan tegas perpanjangan pemberlakuan Otonomi Khusus Jilid II dalam bentuk dan atas nama apa pun di teritori Papua Barat, menolak segala bentuk kompromi sepihak serta agenda-agenda pembahasan dan keputusan yang tidak melibatkan rakyat Papua selaku subjek dan objek persoalan di Papua.
Mereka juga meminta untuk segera mengembalikan ke rakyat Papua untuk memilih dan menentukan nasibnya sendiri apakah menerima Otsus atau merdeka sebagai sebuah negara yang merdeka.