Suara.com - Erland Susilo, pria 27 tahun ini seharusnya akan menjadi ayah sekitar dua bulan lagi. Namun, takdir berkata lain. Pada 5 Juli lalu, istrinya, Carolyn Darmawan (27) berpulang saat mengandung janin bayi berusia 28 minggu, karena keganasan Covid-19.
Erland tentu tak pernah menyangka, pernikahannya yang belum genap satu tahun, dan kebahagiaan menantikan si buah hati kekinian sirna. Covid-19 mengubah mennjadi petaka.
“Hancur, bukan sedih lagi, hancur Mas!” kata dia kepada Suara.com pada Selasa (13/7/2021) siang kemarin.
Meski lewat sambungan telepon kami dapat merasakan Erland dalam kondisi yang tegar. Kami juga menanyakan, apakah dia nyaman untuk diwawancarai. Sambil tertawa kecil, dia meyakinkan kami.
Baca Juga: Jenazah Istri Gubernur Sultra Dimakamkan dengan Protokol Covid-19
“Enggak masalah Mas,” kata Erland.
Erland pun mulai bercerita, pada pertengahan bulan lalu atau sekitar tanggal 23 Juni, sang istri dinyatakan positif Covid-19. Saat itu, Carolyn hanya mengalami gejala ringan, sehingga hanya perlu menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah.
“Isoman di rumah karena tidak ada yang menyarankan isolasi rumah sakit. Karena saat itu juga rumah sakit lagi penuh-penuhnya,” kata Erland mengenang kejadian itu.
Keliling Cari Rumah Sakit
Namun, memasuki hari ketujuh, kondisi sang istri mengalami pemburukan. Karena sebelumnya mereka memutuskan mencari rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan terhadap Carolyn dan sang buah hati.
Baca Juga: RSD Wisma Atlet Hari Ini Rawat 7.762 Pasien Positif Covid-19, 1.644 OTG
“Habis cari dokter begitu sampai rumah, mungkin karena kelelahan kan di jalan keliling juga cari rumah sakit. Akhirnya sampai rumah saturasi oksigen sampai turun,” kata Erland.
Melihat sang istri dalam kondisi lemah, Erland memberikan pertolongan pertama dengan memasangkan oksigen. Kondisi Carolyn pun mulai stabil, saturasi oksigennya perlahan kembali normal.
Memasuki hari kedelapan kondisinya kembali menurun. Erland kembali memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.
Sejumlah rumah sakit pun didatangi, orang-orang terdekatnya dihubungi, demi mendapatkan ruangan bagi sang istri. Namun, upaya itu tidak menemukan hasil.
“Karena makin drop kami buru-buru cari rumah sakit tapi enggak ada juga,” ujar Erland.
Sempat Lega, Namun Makin Memburuk
Keesokan harinya, Erland kembali mencari rumah sakit. Satu per satu tempat dia datangi di daerah Tangerang.
Hingga akhirnya Erland bisa bernafas lega. Di salah satu rumah sakit di daerah Kabupaten Tangerang, Banten daerah tempat tinggalnya tersedia kamar kosong.
Tiba di ruang IGD istrinya langsung mendapatkan pertolongan, masker NRM oksigen langsung dipasangkan. Alhasil kondisi Carolyn kembali membaik, saturasi oksigennya kembali normal.
Saat itu secercah harapan datang. Erland sempat berpikir istrinya akan kembali sehat. Kebahagiaan kembali menghinggapinya, kekhawatiran sebelumnya sirna sudah.
“Jadi saya pikir sudah tenang. Palingan dua hari lagi pulang,” kata Erland mengenang momen tersebut.
Namun harapan itu hanya bertahan sesaat, kondisi Carolyn memburuk. Kadar oksigen dalam tubuhnya kembali menurun. Kekhawatiran itu kembali datang.
Sang istri harus dimasukkan ke ruangan ICU untuk mendapatkan perawatan intensif. Permasalahan datang, ruang ICU di rumah sakit itu seluruhnya penuh.
Erland kembali terluntang-lantung ke sana ke mari, sejumlah rumah sakit didatanginya. Hingga menjelang malam, Erland mendapatkan kabar, ada pasien yang baru keluar dari ruang ICU di rumah sakit istrinya dirawat.
Sang istri langsung dibawa ke ruang ICU menggunakan ambulans, meski ruang IGD dan ICU berada dalam rumah sakit yang sama, tapi guna menghindari kontak dengan pengunjung lain hal itu harus dilakukan.
Saat itu kondisi, Carolyn semakin memburuk, saturasinya oksigen berada di angka 56.
“Istri saya sudah dalam keadaan sesak parah. Tapi dia masih dalam posisi duduk saat itu ,” katanya menambahkan.
Masuk ICU Kondisi Hamil
Tiba di ruang ICU istrinya langsung dipasangi ventilator dan alat bantu lainnya.
Kata Erland, Caloryn berada ruang ICU memasuki hari kesembilan setelah dinyatakan positif Covid-19. Pertanyaan tentang kondisi si buah hati terlintas di benaknya.
“Ada sempat saran itu untuk nanya bayinya bagaiamana? Apakah mau dikeluarkan atau tidak,” kata Erland.
Situasi itu membuat Erland kalut, tentunya dua pilihan tersebut tak bisa diputuskan begitu saja, pastinya harus dipertimbangkan dengan matang.
“Jadi kami sekeluarga coba pikirkan apa dampak positifnya apa dampak negatifnya,” ujar Erland mengingat situasi itu.
Kalut
Hingga akhirnya Erland mendatangi Ketua Perhimpunan Obstetri Ginekolg Indonesia (POGI), Ari Kusuma Januarto di rumah sakit praktiknya.
Dalam keadaan kalut, Erland menjelaskan kondisi sang istri, berharap mendapatkan solusi terbaik bagi Caloryn dan buah hatinya.
Kepadanya, Ari mengatakan, jika pun buah hatinya dikeluarkan hanya menambah 5 persen peluang istrinya untuk selamat, mengingat Carolyn yang sudah harus masuk ke ruang ICU. Sementara berdasarkan pernyataan dari dokter yang merawat istrinya, peluang selamat hanya 70 persen.
“Jadi bukan hal yang signifikan,” kata Erland.
Di samping itu, jika operasi dilakukan untuk mengangkat sang buah hati, rumah sakit tidak memiliki fasilitas ventilator berjalan.
“Artinya istri saya dari ruang ICU itu tidak bisa dibawa ke meja operasi. Karena mereka tidak memiliki ventilator berjalan,” jelasnya.
“Jadi pilihannya adalah menunggu sampai ibu pulih atau dipaksa bawa ke ruang bedah dengan risiko yang cukup tinggi. Dan saya dibilangin (istri saya berpotensi) bisa meninggal di meja operasi,” kata Erland menambahkan.
Di samping itu tanpa diduga, kondisi sang buah hati dalam keadaan sehat, jantungnya berdetak normal.
“Jadi kebetulan anak saya itu jantungnya selalu bagus. Mungkin mamahnya seratus persen dikerahkan untuk anaknya, jadi anaknya terjaga bagus terus,” ujarnya.
Istri dan Bayi di Kandungan Tak Selamat
Akhirnya hal yang sangat tidak diinginkan semua suami di dunia ini terjadi, Erland dikabari pihak rumah sakit, Carolyn mengalami henti jantung sehingga harus dipompa.
Kondisinya sempat membaik, saturasi oksigen naik ke angka 85, detak jantungnya perlahan normal.
Namun semua itu tak berlangsung lama, keesokan harinya Erland dikabari, Carolyn dan sang buah hati dipanggil Yang Maha Kuasa. Carolyn berpulang pada subuh dini hari tanggal 5 Juli 2021.
Video Call Terakhir
Kehilangan mendalam begitu pekat dirasakannya. Dia hancur sehancurnya. Bagaimana tidak, pada saat detik-detik terakhir istrinya, Erland tidak dapat mendampingi.
Meskipun diakuinya beberapa hari sebelum meninggal dia sempat melakukan video call dengan istri tercinta.
“Dia-nya (Carolyn) sudah tidak sadar karena dibantu ventilator. Jadi cuma video call itu yang terakhir,” kenangnya.
Jangan Ada Lagi Ibu Hamil Meninggal
Kekinian Erland berusaha bangkit, kepada Suara.com dia menitipkan harapan kepada pemerintah, untuk memprioritaskan para ibu hamil pada situasi wabah ini. Karena bagaimana pun, ibu yang sedang mengandung adalah kelompok yang rentan terpapar Covid-19.
Berdasarkan pengalamannya itu, Erland meminta kepada pemerintah harus segera menyediakan rumah sakit rujukan khusus ibu hamil yang terpapar Covid-19, dengan fasilitas dan jumlah ruangan yang memadai.
“Karena itu minim sekali. Dan (rujukan rumah sakit) itu harus diinformasikan dengan jelas, di mana saja rumah sakit Covid-19 yang menerima ibu hamil. Pemerintah juga harus memastikan ketersediaan ventilator berjalan, karena tidak semua rumah sakit memilikinya,” kata Erland.
“Ini tolong banget, pemerintah untuk menginformasikan rumah sakit Covid-19 yang bisa menerima pasien ibu hamil,” kata Erland mengulang harapannya itu.
Dengan begitu Erland berharap tidak ada lagi ibu hamil yang meninggal, tidak ada lagi suami yang kehilangan istri dan bayinya. Tidak ada lagi ibu yang kehilangan bayinya, atau jangan sampai ada lagi bayi yang harus ditinggalkan ibunya begitu dilahirkan ke dunia.
Catatan Penulis
Harapan kami tentunya sama dengan Erland. Kami juga tidak ingin kembali menuliskan kabar kematian ibu hamil pada masa pandemi ini, atau masyarakat yang tidak tertolong karena keterbatasan akses layanan kesehatan.
Kami tak berniat mengeksploitasi berita duka dari korban keganasan Covid-19, bahkan sekalipun untuk menakut-nakuti masyarakat. Informasi yang kami angkat adalah kenyataan yang terjadi di lapangan.
Kami hanya ingin fakta ini dapat didengar langsung pemerintah untuk memperbaiki tata kelola penanganan Covid-19.
Khusus kepada para pembaca, kami harapkan meningkatkan kewaspadaannya untuk lebih menaati protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.