Suara.com - Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, meminta maaf dan mengakui kebijakannya untuk mencabut aturan pembatasan terlalu cepat sehingga membuat lonjakan kasus Covid-19.
"Apa yang kami pikir mungkin, ternyata tidak mungkin dalam praktiknya. Kami salah menilai, kami sesali, dan kami minta maaf." kata Rutte dikutip dari Euro News Selasa (13/7).
Setelah Rutte mencabut pembatasan, terjadi lonjakan 9.300 kasus Covid-19 pada Minggu (11/7). Sehari kemudian, juga terjadi lonjakan 8.500 kasus harian baru.
Jumlah kasus tersebut meningkat pesat karena Belanda sempat mencatatkan rata-rata kasus harian Covid-19 di angka 500 dua pekan lalu.
Baca Juga: Kantor Walkot Jaktim Disulap jadi Tempat Isoman, Tapi Masih Kosong Pasien Covid-19
Dua minggu setelah dicabut, Rutte kembali memberlakukan pembatasan ketat di bar, restoran, dan klub malam mulai Jumat lalu.
"Kami melihat penambahan kasus eksponensial, terutama di kalangan usia 18-25 tahun. Di luar kelompok umur itu, tak ada penambahan tinggi," jelas Rutte.
Pemerintah Belanda juga menerapkan kembali aturan jaga jarak di tempat umum untuk menahan laju lonjakan kasus Covid-19.
Selain permintaan maafnya, Rutte juga mengakui bahwa sikapnya sebelum melonggarkan pembatasan bukanlah yang terbaik.
"Kami diminta untuk merenungkan keputusan kami sendiri," katanya.
Baca Juga: 3 Tips Memberikan Dukungan pada Orang Terdekat yang Positif Covid-19
Permintaan maaf Rutte menandai perubahan sikapnya yang semula percaya diri dan tetap kekeh untuk melonggarkan pembatasan.
Rutte sempat berulang kali mengatakan jika pelonggaran tersebut merupakan langkah logis dan menolak untuk disalahkan.
Anggapan Rutte tersebut sempat menuai kritik tajam dari otoritas kesehatan, yang mengatakan pemerintah kurang berhati-hati karena mendorong anak muda untuk keluar rumah.
Secara keseluruhan, Belanda sudah mencatat 1,73 juta kasus Covid-19 dan 17.765 kasus kematian akibat Covid-19 yang mulai merebak tahun lalu.