Suara.com - Seluruh dokter di Indonesia diingatkan untuk tidak sesumbar mengumbar pandangan soal ilmu kedokteran di ruang publik. Peringatan itu disampaikan menyusul adanya kasus yang menjerat dr Lois terkait pernyataannya yang menyebut kematian pasien bukan karena Covid-19 melainkan interaksi antar obat.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menjelaskan sebagai negara demokrasi dokter selaku warga negara Indonesia sah saja jika memiliki pandangan tersendiri soal ilmu kedokteran. Namun, pandangan-pandangan itu semestinya diutarakan dan dibahas dalam forum kedokteran dan kesehatan.
"Seharusnya hanya menyampaikan pandangan-pandangan keilmuan dan pandangan tentang praktik kedokteran pada forum-forum yang cocok dan pantas untuk itu, yakni di forum terbatas yaitu forum kedokteran dan kesehatan serta bukan di forum publik secara tidak bertanggung jawab yang dapat menganggu keseimbangan pandangan umum, stabilitas negara, kebijakan pemerintah dan kebijakan publik untuk kepentingan umum," kata Daeng kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).
Di sisi lain, Daeng menilai apa yang dilakukan oleh dr Lois itu tidak sejalan dengan sumpah dokter. Sekaligus berpotensi melanggar sumpah tersebut.
Baca Juga: Koar-koar Tak Percaya Covid Tanpa Bukti Ilmiah, dr Lois Owien Cuma Bikin Publik Gaduh
"Mengingat kepentingan publik saat pandemi ini menjadi sangat utama, maka disarankan kepada pihak-pihak yang berwenang atau berkepentingan termasuk keluarga, kawan dan kerabat untuk melakukan langkah-langkan pencegahan karena mengingat apa yang dilakukan dr Lois dapat merugikan kepentingan umum sehingga potensial berdimensi pelanggaran hukum," katanya.
Ditangkap
dr Lois ditangkap jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya di Apartemen Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan pada Minggu (11/7) sore. Penangkapan itu buntut pernyataan dr Lois yang tak percaya Covid-19 dan menyebut kematian pasien covid gegara interaksi antar obat.
Dalam perkara ini, dr Lois telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sejak Senin (12/7) malam. Dia dijerat dengan Pasal 28 Ayat (2) Juncto Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan atau Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Kemudian Pasal 14 ayat (1) dan Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Dilakukan penahanan oleh penyidik," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto kepada wartawan, Senin (12/7/2021).
Baca Juga: Sebut Kematian Covid-19 karena Interaksi Obat, dr Lois Akui Itu Opini Pribadi Tanpa Riset
Bebas Bersyarat
Sehari setelah ditahan, Bareskrim Polri akhirnya membebaskan dr Lois. Dia dibebaskan usai mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya serta kabur atau menghilangkan barang bukti.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dir Tipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol Slamet Uliandi mengungkapkan jika dr Lois telah mengakui bahwa pernyataannya itu merupakan opini pribadi tanpa adanya riset.
"Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset. Ada asumsi yang ia bangun, seperti kematian karena Covid disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien. Kemudian, opini terduga terkait tidak percaya Covid, sama sekali tidak memiliki landasan hukum. Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," kata Slamet kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).