Suara.com - Kasus pasien Covid-19 meninggal saat isoman kembali terjadi. Insiden kali ini merenggut nyawa pasangan suami-istri (pasutri) di Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman.
Pasutri pasien Covid-19 ini dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (11/7/2021) siang setelah enam hari menjalani isolasi mandiri di rumah.
Menurut keterangan Dukuh Karang Tengah III, Nogotirto, Surahmin, kedua pasien Covid-19 berinisial JS dan KR itu dinyatakan positif Covid-19 sejak 6 Juli 2021.
Namun, berdasarkan informasi yang didapat dari saudara pasien, sebelumnya yang bersangkutan sudah terlihat sakit.
Baca Juga: RS Jiwa Ikut Kolaps! Pasien ODGJ yang Terpapar Covid Membludak hingga Antre di IGD
"Jadi saya mendapat laporan bahwa [pasutri] dan keponakannya yang rumahnya bersebelahan itu terpapar Covid-19," kata Surahmin kepada awak media, Senin (12/7/2021).
Surahmin pun langsung meminta hasil swab yang bersangkutan untuk dilaporkan ke puskesmas setempat sebagai pemberitahuan bahwa ada warganya yang terpapar Covid-19.
Lalu pada Minggu (11/7/2021), pihaknya berencana untuk membagikan jaminan hidup (jadup) kepada pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah. Salah satu pengurus RT pun mendapat tugas mengirimkan jadup ke rumah JS dan KR.
Kala itu si pengurus RT melihat rumah pasutri itu tertutup, sehingga ia memutuskan untuk memberi tahu keponakan, yang rumahnya bersebelahan. Setelah dihubungi oleh keponakannya, JS akhirnya keluar rumah.
"Nah setelah ditelepon keponakannya itu, Pak JS [suami] itu keluar, tapi baru membuka pintu terus jatuh. Pak Senu [pengurus RT] yang tahu beliau sedang isolasi tidak berani menolong," tuturnya.
Baca Juga: Pasutri di Sleman Meninggal Saat Isoman, Pemulasaraan Jenazah Sempat Antre Berjam-jam
Surahmin menjelaskan, sebelumnya pasangan JS dan KR memang mempunyai komorbid; satu atau dua hari sebelum kejadian itu, kakak JS si suami sudah sempat mengantarkan oksigen kepada mereka. Pasalnya, saat itu pasutri tersebut mengaku mengalami sesak napas. Setelah mengetahui kondisi tersebut, pihaknya memutuskan untuk telpon satgas Covid-19 setempat.
"Sebelum zuhur telepon satgas. Dari satgas bilang baru menunggu dokter. Saya ke sana bareng satgas dan dokter puskesmas. Sampai di sana masuk ternyata Bu KR [istri] itu sudah tidak ada [meninggal]. Melihat kondisinya, tidak adanya sudah dari pagi, sekitar 3-4 jam yang lalu. Jadi bisa diperkirakan bisa meninggalnya pagi, jam 9 atau jam berapa," terang Surahmin.
Saat itu, sang suami, JS, berada tidak jauh dari istrinya, dengan kondisi sudah sesak napas. Lalu, dokter memutuskan untuk membawa dia ke RSUP Dr Sardjito.
Namun memang sebelum dibawa ke rumah sakit, kondisi yang bersangkutan sudah sangat lemah. Dengan kondisi itu, benar saja, JS pun ikut mengembuskan napas terakhirnya ketika di perjalanan menuju rumah sakit.
"Akhirnya diputuskan untuk dibawa pulang lagi dijadikan satu tempat pemulasaraannya [dengan istrinya]," imbuh Surahmin.
Satgas Covid-19 setempat pun menghubungi BPBD Sleman untuk pemulasaraan. Akibat lonjakan kasus yang masih tinggi, pihaknya juga masih harus mengantre sekitar sembilan jam untuk mendapat penanganan.
"Terus dari satgas telpon BPBD Sleman, tapi karena penuh juga kita dapat antrean nomor 5. Terus kita nunggu itu," ucap Surahmin.
Tim pemulasaraan jenazah dari BPBD Sleman kemudian baru tiba di lokasi pukul 10.30 WIB. Selanjutnya dilakukan pemulasaraan kepada jenazah, kemudian langsung diberangkatkan ke TPU Madurejo pukul 11.20 WIB untuk disemayamkan.
Surahmin menambahkan, situasi Covid-19 di pedukuhannya memang cukup tinggi. Puluhan warganya tercatat terkonfirmasi positif Covid-19.
Berdasarkan data dari Juni lalu, tercatat sudah ada 80 orang dalam 17 RT dan 6 RW yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dari jumlah keseluruhan itu, sebanyak 26 orang di antaranya sudah dinyatakan sembuh.
"Termasuk ada enam yang meninggal. Kalau untuk yang meninggal saat isolasi di rumah cuma Bu KR ini, yang lain meninggal di rumah sakit," tutur Surahmin.