Demi Kemanusiaan, Menaker Minta Perusahaan Izinkan Pekerja Komorbid dan Ibu Hamil WFH

Jum'at, 09 Juli 2021 | 20:52 WIB
Demi Kemanusiaan, Menaker Minta Perusahaan Izinkan Pekerja Komorbid dan Ibu Hamil WFH
Menaker, Ida Fauziyah. (Dok: Kemnaker)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Demi kemanusiaan, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah meminta perusahaan untuk mengizinkan pekerja yang memiliki komorbid, ibu hamil, atau menyusui, agar mereka dapat bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

"Saya kira ini demi dan atas nama kemanusiaan, agar mereka diberi kesempatan kerja dari rumah," katanya, saat memimpin Rapat Koordinasi PPKM Darurat dengan Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Wilayah Jawa-Bali, Kadin, dan Apindo secara virtual, Jakarta, Jumat (8/7/2021).

Dalam arahannya, Ida juga meminta pekerja yang menggunakan fasilitas kendaraan umum supaya menggunakan masker rangkap atau double masking, agar bisa lebih terlindungi dari Covid-19 varian baru seperti Delta.

Ia minta para pengusaha agar segera memastikan kejelasan terkait kategori jenis usahanya, dengan cara mengkonsultasikan kepada Dinas Perindustrian atau Satgas Penanganan Covid-19 setempat, sehingga dapat dipastikan usahanya masuk pada sektor esensial, non-esensial, atau kritikal.

Baca Juga: Program Magang Kemnaker Didukung Apindo dan JJC

"Ini dimaksudkan agar pencegahan dan penanganan Covid-19 di perusahaan sesuai dengan peraturan yang ada, khususnya selama masa PPKM Darurat," jelasnya.

Tak hanya itu, Menaker juga meminta perusahaan di Jawa dan Bali agar melakukan tes Covid-19 secara berkala untuk para pekerjanya dengan metode sampling. Hal tersebut guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pada masa PPKM Darurat.

Misalnya bila positivity rate-nya (rasio positif COVID-19) mencapai 10 persen, maka proses kerja seharusnya dihentikan. Sementara jika positive rate di atas 5 persen, maka yang harus dilakukan pihak perusahaan adalah memperketat protokol kesehatan.

"Dan selanjutnya bila positive rate di bawah 5 persen, meskipun masih normal, namun tetap harus waspada dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat," kata Menaker Ida.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badang Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati, menyatakan bahwa hingga saat ini pihaknya melihat sebagaian besar institusi masih kurang dalam menaati penggunaan masker, mencuci tangan, fasilitas hindari kerumunan, dan pelaksanaan worf from office (WFO), serta WFH.

Baca Juga: Kemnaker Perkuat Konsolidasi Kebijakan Satu Data Ketenagakerjaan

"Kami memerlukan dukungan dari sektor ketenagakerjaan untuk selalu mengingatkan semua pelaku usaha, Disnaker untuk tetap mematuhi protokol kesehatan," ujar Raditya.

Dalam upaya pelaksanaan posko di daerah berjalan baik dan terkendali, BNPB meminta dukungan Disnaker yang memiliki kewenangan pengaturan ketenagakerjaan mampu mendorong seluruh masyarakat, khususnya yang tergabung dalam kegiatan ketenagakerjaan bisa melaksanaan prokes sebaik-baiknya.

Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid menyatakan sangat mendukung seluruh program pemerintah dalam mengatasi Covid-19. Bagi Arsjad, fokus dalam penanganan kesehatan sangatlah penting.

"Kami percaya sekali bahwa untuk memulihkan ekonomi, kita harus membangkitkan kesehatan terlebih dahulu

Namun, Arsjad meminta kepada pemerintah agar izin operasional industri padat karya tetap dipertahankan. Menurutnya, walau pun roda ekonomi berjalan dengan lambat, itu masih lebih baik daripada sama sekali tidak berjalan. Tak lupa industri padat karya dalam beroperasi, harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kabid Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Harijanto menyatakan kesetujuannya atas permintaan Ketua Umum Kadin agar pemerintah mempertahankan industri padat karya. Hal itu setidaknya ia mendasarkan pada dua alasan.

Pertama, Apindo tidak mempersoalkan jika terjadi pengurangan 50 pada staf produksi/pabrik dan 10 persen untuk staf office atau pelayanan administrasi perkantoran sebagaimana instruksi yang dikeluarkan Mendagri Nomor 18 Tahun 2021.

Ia menekankan hal tersebut untuk mencegah kebingungan pelaku usaha yang berada di lapangan karena munculnya tafsir atas instruksi tersebut bahwa yang dimaksud 50 persen itu produksinya, bukan staf produksinya.

"Karena kalau produksinya yang berkurang 50 persen, maka tidak berjalan sama sekali, semua pabrik bisa gulung tikar karena industri garmen, industri sepatu yang padat karya itu prosessnya ban berjalan. Jadi tidak mungkin (produksi dikurangi sampai 50 persen), dan itu sudah diketahui oleh pemerintah," kata Harijanto.

Kedua, karena ekspor padat karya masih dizinkan sejak awal, maka para industri ekspor ini sudah membuat komitmen delivery kepada pihak pembeli di luar negeri yang keadaannya sudah normal, seperti Amerika, China, dan Eropa.

"Jadi delivery itu harus tetap berjalan," ucapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI