Kesaksian Petugas Ambulans DKI soal Situasi RS Covid-19: Saat Ini Jauh Lebih Parah

Jum'at, 09 Juli 2021 | 06:25 WIB
Kesaksian Petugas Ambulans DKI soal Situasi RS Covid-19: Saat Ini Jauh Lebih Parah
Petugas Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. (Dok. AGD Dinkes DKI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Meroketnya jumlah kasus Covid-19 di Jakarta membuat petugas Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta seperti Defri Tiansah makin bekerja ekstra untuk mengevakuasi pasien ke rumah sakit. Bahkan, Defri pun mengakui jika kondisi Ibu Kota tidak sedang baik-baik saja. 

Suara.com berkesempatan mewawancarai Defri di tengah kesibukannya untuk mengevakuasi warga yang terpapar Covid-19 ke rumah sakit. 

“Saya hanya bisa mengelus dada,” kata Defri membuka perbincangan saat ditemui Suara.com di Gedung ADG Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (8/7/2021), siang

Ucapan itu terlontar saat kami meminta tanggapan Defri tentang masih banyaknya masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan.

Baca Juga: Lonjakan Kasus Masih Tinggi, Pemkot Solo Siapkan Lahan TPU Khusus Covid-19

Defri kemudian terdiam sesaat, menarik napas panjang, “Saya hanya tenaga medis, pekerjaan saat hanya menolong pasien. Dan saya hanya bilang, Mas maskernya dipakai ya, hanya bisa bilang gitu,” ujarnya. 

Tanpa berbasa-basi, pria 29 tahun itu menjelaskan situasi Ibu Kota yang kini sedang dikepung virus Covid-19. Bahkan, Defri mengaku kondisi Covid-19 di Jakarta lebih parah, dibanding awal tahun 2020 lalu

“Saat ini jauh lebih parah,” kata Defri kepada kami, sambil merapikan seragamnya. 

Seiring melonjaknya kasus Covid-19, kerja sif para petugas juga ditambah. 

“Sekarang masing-masing petugas tiga sif per hari,” ucap Defri. 

Baca Juga: Kasus COVID-19 Menggila, Nakes Kewalahan, Satu Orang Tangani 15 Pasien

Defri Tiansah, petugas Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. (Suara.com/Yaumal)
Defri Tiansah, petugas Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. (Suara.com/Yaumal)

Menurutnya, penambahan sif terjadi sejak pertengahan bulan lalu, bersamaan dengan angka kasus Covid-19 di Jakarta yang melambung tinggi. Padahal sebelumnya mereka hanya bekerja dalam dua sif per hari. 

Menjadi petugas AGD Dinkes DKI (sopir ambulans sekaligus perawat), membuat hari-harinya berdekatan dengan pasien Covid-19, tentu saja dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. 

“Karena pasien yang kami jemput adalah mereka yang kondisi OTG sebelumnya kemudian dalam situasi darurat,” kata Defri. 

Dalam situasi tersebut, mereka harus berjibaku dengan waktu, menembus jalanan Jakarta untuk sampai menuju rumah sakit yang dituju. 

Namun, kondisi sekarang tidak semudah keadaan sebelumnya. Setiap pasien yang mereka bawa belum tentu langsung mendapatkan pertolongan pertama. Mereka harus ikut mengantre dengan pasien lainnya. 

“Walaupun rumah sakit sudah ok, kami (bersama pasien) harus tetap mengantre. Karena yang harus ditangani banyak,” imbuh Defri.

Petugas ambulans berdoa sebelum mengevakuasi pasien Covid-19 ke rumah sakit. (Dok. AGD Dinkes DKI)
Petugas ambulans berdoa sebelum mengevakuasi pasien Covid-19 ke rumah sakit. (Dok. AGD Dinkes DKI)

Tak jarang saat mengantre, Defri bersama rekannya ikut turun tangan membantu petugas rumah sakit menolong  para pasien yang belum tertangani. 

“Kami dengan sadar diri. Kami sebagai petugas kesehatan juga. Bukan berpikir biar kan saja petugas rumah sakit yang bekerja. Kami petugas kesehatan tidak bisa seperti. Jadi kalau pasien yang kami bawa stabil, kami bantu pasien lain yang membutuhkan pertolongan. Itu sebenarnya rasa kemanusiaan,” tutur Defri. 

Kelabakan, Oksigen Copot Sana-sini

Di samping itu, dari kesaksian ayah satu anak ini, kondisi sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di DKI Jakarta sudah sangat memprihatinkan, karena terbatasnya ketersediaan kamar. 

Karenanya, meski hanya bertugas mengantarkan pasien, mereka terkadang harus dihadapkan dengan situasi yang membuat dilema. 

“Jadi kami bingung, sedangkan kami baru datang, ini pasien kami ditaruh di mana. Kalau kami masuk gitu saja (prioritaskan pasien yang dibawa), kasihan yang datang duluan,” ujar Defri.

“Sementara keluarga pasien yang kami bawa, mas tolongin-tolongin, jadi kami situasinya tuh bingung. Jadi yang kami lihat ya seperti itu,” sambungnya. 

Selain itu, Defri juga sempat menyaksikan situasi yang sangat dramatis. Ketika itu karena keterbatasan oksigen para pasien harus saling bergantian menggunakannya. 

“Karena situasinya membludak, oksigen cabut-cabutan (dipakai bergantian). Misalnya pasien sini sudah agak membaik dipindah lagi ke pasien yang memburuk untuk pernapasannya. Entar dipindahkan lagi ke pasien yang memburuk, sampai seperti itu,” kata Defri meyakinkan. 

Petugas Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta.  (Dok. AGD Dinkes DKI)
Petugas Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. (Dok. AGD Dinkes DKI)

Meninggal di Rumah

Semakin banyaknya warga yang terpapar Covid-19, secara langsung membuat keterisian kamar rumah sakit menjadi penuh. Hal itu diakui Defri menyulitkan mereka.

Dalam prosedur kerjanya, mereka tidak boleh bergerak menuju rumah sakit sebelum mendapatkan kepastian kamar tersedia. 

“Sebelum kami di oke kan rumah sakit, kami tetap di rumah pasien. Kami beri pertolongan di sana, kami cek, kami observasi semuanya. Sampai rumah sakit, oke,” ungkapnya. 

Pada kondisi itu, mereka akan menghubungi seluruh rumah sakit di DKI Jakarta. Sambil menunggu, mereka tetap berada di rumah pasien untuk memastikan kondisinya dalam keadaan baik. 

Tak jarang mereka tidak mendapatkan jawaban dari rumah sakit sehingga mereka harus melakukan tindakan lain, dengan menjelaskan kondisi pasien secara langsung dan meminta keluarga untuk ikut mencari alternatif lain. 

Dalam situasi itu mereka tetap melakukan pemantauan. 

“Jadi kami tidak melepas begitu saja,” ujar Defri. 

Ada juga pasien yang akhirnya tak tertolong, karena tidak mendapatkan kamar di rumah sakit. Namun kata Defri,  kasus seperti itu karena kondisi pasien tidak terpantau dengan baik oleh keluarga atau sudah dalam kondisi kritis, namun tidak disadari keluarganya. 

“Jadi pas kami datang itu (ke rumah pasien), pasien sudah dalam kondisi berhenti jantung. Kami tetap berikan pertolongan, kami periksa, kami akan minta kepada keluarga untuk dilakukan tindakan pompa jantung,” ujar Defri.

Karenanya, Defri meminta kepada masyarakat untuk tetap memantau keluarganya yang sedang isolasi mandiri di rumah. Jika terjadi kondisi darurat dapat segera menghubungi ADG Dinas Kesehatan DKI Jakarta di nomor telepon 112 atau 119. 

“Contohnya lagi sesak napas, panggil kami saja, pastinya kami datang kok. Jangan sampai pasien diam, (dipikir) sudah enak tuh,” ujarnya. 

Yuk Jaga Diri, Patuhi Prokes

Dari hasil wawancara kami dengan Defri, dia pribadi berharap agar masyarakat untuk mematuhi prokes Covod-19. Jangan sampai ada lagi masyarakat yang harus berada di ambulans yang kemudikan Defri menuju rumah sakit. 

Abainya masyarakat dengan protokol kesehatan sangat berdampak bagi mereka. Otomatis beban kerja Defri dan para  tenaga kesehatan (nakes) semakin berat. Belum lagi risiko yang mengintai mereka. 

Defri sendiri dan beberapa petugas ADG Dinkes DKI Jakarta sudah banyak yang  pernah terpapar Covid-19. 

Adanya nakes yang tertular otomatis membuat jumlah tim di lapangan berkurang untuk penanganan wabah ini. Jangan sampai perjuangan mereka menjadi sia-sia, hanya karena kita tidak mengenakan masker. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI