Cerita Sulis, Korban PHK yang Rela Kontrak Mati Demi Antar Jenazah Covid-19

Kamis, 08 Juli 2021 | 12:01 WIB
Cerita Sulis, Korban PHK yang Rela Kontrak Mati Demi Antar Jenazah Covid-19
Sulis Sudaryanto, relawan sopir ambulans saat mengantar jenazah Covid-19 ke pemakaman. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mungkin tak ada pilihan lain bagi Sulis Sudaryanto (28), sejak dipecat secara sepihak alias PHK olej perusahaan dari pekerjaannya sebagai kurir karena dampak Covid-19 gelombang pertama, sekitar pertengahan 2020 lalu. Kekinian, pemuda itu terpaksa banting setir menjadi relawan sopir ambulans yang tiap hari berurusan dengan jenazah Covid.

Profesi ini tak pernah terlintas di pikiran ayah satu anak ini.

Mungkin kita sering mendengar kalimat, kalau urusan perut apapun tentu dilakukan, yang penting dapur tetap mengepul, sekalipun nyawa taruhannya. 

Namun pilihan yang diambil Sulis saat ini bukan semata-mata karena faktor ekonomi, rasa kemanusiaanlah yang membawanya menjadi relawan di Imun Center, sebuah kelompok yang bergerak membantu penanggulangan Covid-19 di Kota Depok. 

Baca Juga: Viral Sopir Ambulans Terkapar di Depan IGD dan 5 Berita Viral Lainnya

Kematian pun menjadi peristiwa yang dekat dengan keseharian Sulis, terlebih dalam beberapa waktu terakhir ini. Bayangkan saja, bersamaan dengan angka kasus Covid-19 yang melonjak tinggi di Jabodetabek, dia berjibaku  menembus jalanan Depok untuk mengantarkan tiga sampai empat jenazah setiap hari menuju  tempat peristirahatan terakhir. 

Biasanya jenazah dalam peti itu dibawa Sulit ke pemakaman khusus Covid-19 seperti TPU Tapos, Cilangkap dan TPU Pasir Putih, Sawangan. 

Mandi Keringat 

Sulis mengaku, dibanding-banding pada bulan-bulan sebelumnya, tugasnya  saat ini jauh  lebih berat dijalani. Dalam sehari dia harus bekerja selama 12 jam bahkan lebih, tergantung panggilan tugas.

Belum lagi pakaian alat pelindung diri (APD) yang harus selalu dikenakan,  membuatnya bermandi keringat karena kegerahan. Terlebih, risiko yang selalu mengintainya. 

Baca Juga: Viral Nakes di Ciamis Tepar Usai Kubur Jenazah Covid-19, Bikin Warganet Sedih

Setelah menghubungi sejak pagi hari pada Rabu (7/7/2021)kemarin, akhirnya Suara.com dapat berbincang dengannya menjelang pertengahan malam. Bukan tanpa alasan wawancara ini kami lakukan pada waktu istirahatnya,  mengingat kesibukan Sulis saat ini mengantarkan jenazah. 

Meski lewat sambungan telepon, suara kelelahan begitu terdengar jelas saat kata-kata terucap darinya. Kendati demikian Sulis tetap antusias dan hangat berbagi pengalamannya dengan kami. 

Para relawan sopir ambulnas saat mengevakuasi jenazah pasien Covid-19. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)
Para relawan sopir ambulnas saat mengevakuasi jenazah pasien Covid-19. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)

Sulis pun bercerita, dia baru saja mengantarkan beberapa jenazah, dan dari satu jenazah dia terlibat dalam situasi yang sangat emosional serta mengiris perasaannya. 

“Bagi saya ini sangat mengesankan (sangat sedih). Saya baru mengantar jenazah ke Pondok Rangon,” kata Sulis dengan suara bergetar mengawali kejadian yang baru saja dialiminya. 

Kata dia jenazah yang baru saja diantarnya adalah seorang pria berusia sekitar 38 tahun dan telah berkeluarga. Pria tersebut meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di sebuah rumah kawasan Depok.  

Ketika hendak membawa jenazah menuju tempat pemakaman istri dari pria tersebut kekeh untuk ikut dalam mobil ambulans

“Jadi istrinya bercerita kalau dia mimpi naik mobil sama suaminya dan mentok di tanah. Kemudian ibunya bilang, kalau saya meninggal, saya dimakamkan di samping suami saya ya, ibunya bilang seperti itu,” ujar Sulis mengulang  perkataan dari perempuan itu dengan suara yang mulai serak.

Sulis Sudaryanto, relawan ambulans pengantar jenazah Covid-19. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)
Sulis Sudaryanto, relawan ambulans pengantar jenazah Covid-19. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)

Ayah yang Tegar 

Mendengar perkataan itu, ayah dari satu orang anak ini mengaku mencoba tegar agar tidak terbawa suasana sedih. Karena bagaimana pun juga dirinya adalah seorang relawan yang harus terlihat tetap kuat. 

“Terus saya bilang, Ibu jangan ngomong seperti itu. Kalau ibu enggak ada bagaimana anak-anak. Ibu harus kuat,” ujar Sulis dengan suara terbata-bata. 

Padahal diakuinya, tetap saja dia terbawa suasana, saat itu juga pria berusia 28 tahun ini teringat dengan istri dan anaknya yang baru saja genap berusia dua tahun pada bulan ini. 

“Namanya saya juga manusia ya, tetap saja nggak bisa untuk tidak terbawa suasa. Langsung tuh ingat istri sama anak di rumah,” ujarnya. 

Peristiwa itu hanya satu dari sejumlah  kejadian yang dialaminya dalam beberapa minggu terakhir ini. Tak jarang dia membawa pasien Covid-19 dalam kondisi darurat ke rumah sakit, berselang  beberapa hari kemudian menjemputnya kembali untuk diantarkan menuju tempat peristirahatan terakhir. 

Terbayang Terus sampai Stres

Belum lagi suasana rumah sakit yang penuh sesak dengan pasien Covid-19 menjadi pemandangan yang harus disaksikannya setiap hari. Peristiwa  terparah kata Sulis,  terjadi saat pertengahan bulan lalu, berbarengan dengan angka kasus Covid-19 yang membludak. 

“Di salah satu rumah sakit, saat saya masuk ruang IGD saya lihat banyak pasien Covid-19, mulai dari ringan hingga berat. Itu situasinya sudah rumit sekali. Ada sesak dibantu oksigen, ada yang  di kursi roda, ada yang sakratul maut, ada yang meninggal karena tidak tertolong,” ujarnya mengingat situasi itu. 

Situasi itu pun sempat membuatnya stres dan terbayang-bayang, Namun dia tetap berusaha menguatkan dirinya. 

“Ini sampai kapan seperti ini terus,” kata Sulis. 

Karena sejumlah rangkaian peristiwa itu, Sulis mengaku membuat dirinya lebih banyak mengingat kematian dan membuatnya berusaha semakin dekat dengan Tuhan. Sebab sejumlah jenazah yang diantarnya tidak memandang usia, yang tua dan muda bisa saja menjadi korban keganasan Covid-19. 

Lantaran hal itu dia mengaku,  sangat sakit hati dan kecewa melihat orang-orang yang  masih abai dengan protokol kesehatan. 

Bagaimana tidak, keganasan dari Covid-19 menjadi pemandangan  kesehariannya setiap hari. Lantas kemudian melihat ada masyarakat yang tidak peduli dengan protokol kesehatan. 

“Saya emosinya itu, di jalanan masih banyak orang tidak pakai masker. Kita sudah capek seperti ini kok orang-orang tidak peduli sama protokol kesehatan,” ucap Sulis.

Sulis selalu berharap jangan sampai ada lagi masyarakat yang menjadi korban keganasan Covid-19 dan kemudian berakhir di mobil ambulans yang dikemudikannya menuju tempat pemakaman. 

“Yang sering kami teriaki itu maskerlah. Seminimal pakai masker. Kalau tidak penting-penting jangan keluarlah, di rumah saja,” ujar Sulis. 

“Jadi saya kan selalu sedia maskerkan, kalau lihat orang atau pedagang tidak pakai masker terkadang saya kasih. Pakai maskernya, bagaimanapun itu saya minta pakai masker. Jadi saya suka kayak gitu. Sia-sia nggak sih saya kerja kayak seperti ini, tiba-tiba ada yang abai,” sambung Sulis. 

Penampakan jenazah Covid-19 yang dibawa relawan ambulans. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)
Penampakan jenazah Covid-19 yang dibawa relawan ambulans. (Dokumen pribadi Sulis Sudaryanto)

Kontrak Mati 

Hampir setahun menjalani tugas sebagai relawan sopir ambulans, Sulis mengaku mendapat dukungan dari keluarganya. Tak pernah keluarganya menentang pilihan yang dijalaninya saat ini. Apalagi istrinya selalu memberi dukungan kepadanya.

“Keluarga besar mendukung banget. Palingan ibu saya bawel setiap hari ingatkan biar patuhi protokol kesehatan dan rajin bersih-bersih,” kata Sulis. 

Di samping itu, Sulis juga mengaku tak pernah mendapatkan hal yang tidak mengenakan di lingkungan. Tetangganya dan teman-temanya tidak pernah menjauhinya.

Kata Sulis, dia selalu tahu diri saat akan pulang ke rumahnya. 

“Yang penting selesai tugas saya bersih-bersih dulu. Mandi dan ganti baju sebelum pulang ke rumah,” ujarnya. 

Karena adanya dukungan yang sangat besar itu, Sulis mengaku sudah sangat nyaman dengan tugas yang dijalaninya. Sejauh ini, tak pernah terlintas di pikirannya untuk berhenti. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan selalu bertugas sampai pandemi ini benar-benar selesai. 

Bahkan kata Sulis sekalipun dia gugur dalam tugasnya dia sudah siap dengan segala kemungkinan tersebut. 

“Saya juga sudah ngomong ke istri, komitmen sampai selesai pandemi ini, walaupun saya misal gugur sudah jadi risiko saya,” ujar Sulis. 

Menjalani tugas menjadi relawan penanganan Covid-19 bukan tanpa risiko. Apalagi saat ini ada varian baru Covid-19, Delta dari India yang sudah masuk ke Indonesia. Jeni baru ini memiliki penularan yang lebih cepat. 

Rasanya khawatir tak jarang sering dialaminya, namun semua itu ditepisnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan dan mematuhui protokol kesehatan. 

Selain itu, dia bersama timnya di Imun Center selalu saling menguatkan. Berbagi cerita setiap hal mereka lalui. Bersyukur hampir satu tahun Imun Center berdiri tidak ada dari mereka yang terpapar Covid-19, mereka diberi kesehatan dan keselamatan oleh Tuhan. 

Tentunya kerja sama masyarakat dalam krisis wabah ini menjadi sangat penting, agar Sulis dan semua orang yang membantu penanggulangan Covid-19 bisa terus sehat sampai bencana wabah ini berakhir. 

Jangan sampai karena kelalaian kita, kerja keras mereka sia-sia. Bahkan mereka  harus menanggung risiko dari kesalahan yang  sebenarnya tidak mereka perbuat. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI