Suara.com - Sidang perkara penyebaran berita bohong atau hoaks atas terdakwa Jumhur Hidayat yang sedianya digelar hari ini, Senin (5/7/2021) harus ditunda. Persidangan dijadwalkan berlangsung pada pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratama mengatakan, penundaan dilakukan lantaran situasi kebijakan PPKM Darurat Jawa-Bali masih berlangsung pada hari ini. Tak hanya itu, penundaan juga terjadi lantaran belum adanya hakim pengganti hingga hari ini.
"Dikarenakan belum ada hakim pengganti Ketua Majelis hakim dan situasi PPKM," kata Oky saat dikonfirmasi, Senin.
Atas hal tersebut, persidangan akan dilanjutkan pada tanggal 2 Agustus 2021 mendatang. Adapun agenda persidangan adalah pemeriksan terdakwa.
Baca Juga: Hakim Ketua Pindah Tugas, Sidang Jumhur Hidayat Ditunda Dua Pekan
"Sidang Jumhur ditunda hingga tanggal 2 Agustus 2021," ujarnya.
Pada sidang sebelumnya, Senin (21/6/2021), persidangan juga ditunda lantaran hakim ketua Agus Widodo pindah tugas ke kawasan Pontianak, Kalimantan Barat.Demikian hal itu disampaikan oleh hakim anggota, Nazar Effriadi di ruang utama Pengadilan Negeri Selatan, Senin (21/6/2021).
"Hari ini tidak bisa dilanjutkan persidangan
Sampai di tunjuk siapa majelisnya. Agus Widodo, hakim ketua harus bertugas ke Pontianak," kata hakim Nazar.
Jumhur selaku terdakwa dalam persidangan meminta agar hakim ketua nantinya diganti dengan hakim anggota. Jika diganti dengan hakim yang baru, dia khawatir hakim baru tidak mengerti rangkaian peristiwa persidangan.
"Hakim ketua nantinya harus ada di sini (hakim anggota). Sampai tuntas tidak boleh ada pergantian lagi, takut tidak menghasilkan keadilan yang sebenar-benarnya," ungkap Jumhur.
Baca Juga: Kembali Jalani Sidang, Jumhur Hidayat akan Hadirkan Ahli Sosiologi Hukum
Hakim anggota Nazar mengatakan, hingga kini belum ada hakim baru yang masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan demikian, belum diketahui siapa yang nantinya akan menjadi hakim ketua dalam persidangan ini.
"Majelis belum ada yang masuk jadi belum bisa di tunjuk siapa majelisnya. Nanti majelis diberi kesempatan untuk menguji (berkas)," tutup dia.
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Lewat cuitannya itu, Jumhur juga dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Dalam dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.