Suara.com - Peneliti Jepang mengungkapkan jika ada spesies babi baru di situs nuklir Fukushima hasil dari persilangan babi hutan dan babi ternah, mereka sebut babi "radioaktif".
Klaim tersebut, menyadur Sputnik News Senin (5/7/2021), diterbitkan dalam sebuah studi baru oleh jurnal Royal Society.
Menurut penelitian, babi peternakan telah diserahkan kepada babi hutan, menciptakan makhluk hibrida baru yang berkeliaran di zona yang terkontaminasi.
Para peneliti mempelajari sampel DNA yang mengungkapkan bahwa babi hutan di daerah radioaktif dekat kota-kota di daerah Fukushima, berkembang biak dengan babi ternak.
Baca Juga: Sisca Kohl Buat Pasta Rp5,5 Juta dengan Bahan dari Jepang, Apa Saja Isinya?
Babi-babi ternak tersebut diduga melarikan diri ketika daerah tersebut terevakuasi karena adanya kebocoran nuklir.
Studi ini difokuskan pada babi hutan di daerah pengungsian Fukushima karena mereka mengalami pertumbuhan populasi mendadak.
Para ilmuwan memperkirakan peningkatan populasi tersebut terjadi dari 49.000 menjadi 62.000 spesies dari tahun 2014 hingga 2018.
Bencana Fukushima memaksa komunitas petani untuk meninggalkan daerah tersebut, yang mengakibatkan pelepasan ternak peliharaan.
Selain itu, berkurangnya "gangguan antropogenik karena evakuasi manusia" dari sekitar 300 km persegi lahan perkotaan dan pertanian juga menyebabkan populasi melonjak dan hibridisasi intraspesies.
Baca Juga: Jepang Buka Laboratorium UFO Tanpa Ilmuwan
"Penelantaran manusia di area yang begitu luas di Fukushima mungkin telah memberikan kondisi yang menguntungkan untuk peningkatan pesat spesies satwa liar yang dapat mengambil manfaat dari lanskap yang secara formal antroposentris," tulis studi tersebut.
Sebelum studi di Jepang itu, para peneliti di Ukraina juga pernah menemukan bahwa bencana nuklir Chernobyl pada tahun 1986 menciptakan surga bagi satwa liar.
Satwa liar di sekitar daerah tersebut, seperti lynx, bison, rusa, dan hewan lain, mengalami pertumbuhan populasi yang signifikan berkat zona yang terlarang bagi manusia selama tiga dekade.