Suara.com - Lebih dari 2.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah gunung berapi Taal Filipina mulai memuntahkan uap, memenuhi udara dengan gas beracun, dan memicu peringatan kesehatan.
Taal menyemburkan belerang dioksida selama beberapa hari, menciptakan kabut tebal di Manila dan beberapa provinsi sekitarnya.
Setidaknya 2.400 orang sejauh ini telah mengungsi sejak pemerintah menyerukan evakuasi dusun di tepi danau.
“Kami berharap lebih banyak warga yang mengungsi dalam beberapa hari mendatang,” kata pejabat bencana provinsi Joselito Castro kepada AFP dikutip Al Jazeera, Minggu (4/7/2021).
Baca Juga: Salah Satu Gunung Berapi Terkecil di Filipina Meletus, Ribuan Warga Dievakuasi
Menurutnya, mereka mencari perlindungan baik di sekolah yang ditutup oleh pandemi virus corona atau di rumah kerabat.
Taal adalah salah satu gunung berapi paling aktif di negara yang secara berkala dilanda letusan dan gempa bumi karena lokasinya di “Cincin Api” Pasifik, zona aktivitas seismik yang intens.
Terletak hanya 50km (30 mil) selatan Manila. Selama beberapa hari ini telah mengeluarkan asap vulkanik yang telah menghapus matahari di ibukota.
Pejabat pertahanan sipil telah memperingatkan bahwa lebih dari 317.000 orang, bisa rentan terhadap emisi gas beracun dari gunung berapi ini.
Di Agoncillo, sebuah kotamadya sekitar 120km (75 mil) selatan Manila, petugas polisi pergi dari rumah ke rumah meminta orang-orang untuk pergi.
Baca Juga: Puluhan Warga Karawang Keracunan Gas, Polisi Periksa 6 Saksi
Warga hanya memiliki beberapa jam untuk mengamankan barang-barang mereka dan pindah ke daerah yang lebih aman.
Pada Januari tahun lalu, letusan Taal sebelumnya, menyemburkan abu setinggi 15 km (sembilan mil) dan memuntahkan lava merah membara.
Kondisi itu menghancurkan sejumlah rumah, membunuh ternak dan mengirim lebih dari 135.000 orang ke tempat penampungan.
Beberapa keluarga kini enggan keluar rumah, khawatir dengan kemungkinan merebaknya Covid-19 di tempat ramai.
“Kami juga tidak merasa terlalu aman di pusat-pusat evakuasi, jadi kami akan tinggal bersama kerabat kami,” kata penduduk Agoncillo Ramon Anete kepada Al Jazeera.
Di sebuah pusat di kota Laurel, pengungsi Imelda Reyes mengatakan itu terlalu menyakitkan untuk melihat anak-anaknya menderita.
“Saya benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi,” katanya kepada Al Jazeera, berusaha menahan air mata.
“Saya hanya berdoa. Ini adalah situasi yang sangat sulit,” ungkap Imelda.