Suara.com - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali resmi dimulai pada Sabtu (3/7/2021). Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida Noor menilai masyarakat sebaiknya mulai berperan membantu pemerintah menekan penyebaran Covid-19.
Belajar dari kesalahan pasca libur Hari Raya Idul Fitri, kunci supaya kasus Covid-19 tidak melonjak naik ialah tingkat kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat. Ia mencontohkan dengan penduduk negara-negara di Eropa yang sudah bisa membuka masker di tempat terbuka.
Itu seperti sebuah hadiah bagi penduduknya yang meskipun jenuh tapi tetap mengedepankan kepatuhan dalam menjalani protokol kesehatan.
"Karena memang masyarakatnya patuh pada ketentuan, meski juga jenuh tapi kepatuhan itu diutamakan demi keselamatan diri sendiri dan lingkungannya," kata Ida saat dihubungi Suara.com, Jumat (3/7/2021) malam.
Baca Juga: Petugas Gabungan Lakukan Penyekatan Mulai Tengah Malam Tadi, PPKM Darurat Jakarta Dimulai
Beda di Eropa, beda pula di Indonesia. Meski sama-sama jenuh, realitasnya masyarakat banyak yang belum sadar dan kepeduliannya pun rendah dalam menerapkan prokes.
Selain itu, penegakan hukum akan masyarakat yang bandel pun masih dirasa lemah.
"Hal ini juga terkait dengan kenekatan sebagian warga untuk menolak aturan, bahkan melawan aparat. Hal ini tidak banyak terjadi di negara-negara lain," ungkapnya.
Ida pun kembali memberikan contoh dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, ataupun Singapura. Penduduk di sana memandang kalau kebijakan negara semata-mata untuk kepentingan warga.
Akan tetapi yang terjadi di Indonesia ialah masyarakatnya menjadi terbagi dua yakni yang percaya akan Covid-19 dan mau mematuhi prokes dan yang tidak percaya bahkan menyebarkan informasi-informasi tidak valid.
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Luhut Pimpin PPKM Darurat, Pakar: Penanganan Pandemi Indonesia Berantakan
"Uniknya tidak sedikit tokoh tokoh, termasuk tokoh agama, yang justru mempengaruhi publik secara langsung atau tidak langung, terbuka atau sembunyi-sembunyi untuk tidak takut Covid-19," ucapnya.
"Kondisi ini masuk sebab keempat distorsi informasi yang membelah masyarakat. Pemerintah atau pihak-pihak yang punya otoritas atas penyebaran informasi tentu tidak mudah mengatasi beredarnya hoaks atau opini yang berbeda dengan pemerintah tentang Covid-19," pungkasnya.