Suara.com - Pemerintah telah memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai Sabtu 3 Juli hingga 20 Juli 2021 di Pulau Jawa dan Bali. Ini bertujuan untuk mencegah penularan Covid-19.
Terkait itu, pakar Sosiologi Bencana dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir, menilai kebijakan PPKM Darurat hampir sama seperti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pada awal pandemi Covid-19.
Bedanya aturan yang baru berlaku besok itu hanya diterapkan di Pulau Jawa dan Bali
"Kalau kita lihat PPKM Darurat itu sama seperti PSBB sebelumnya ya, bedanya skala pemberlakuanya itu Jawa-Bali," ujar Sulfikar saat dihubungi Suara.com, Jumat (2/7/2021).
Baca Juga: PPKM Darurat, Polri Siapkan 407 Titik Penyekatan Mobilitas Jawa-Bali
Sulfikar menuturkan, sebelumnya kebijakan PSBB hanya diambil oleh pemerintah daerah dan harus mendapat persetujuan Kementerian Kesehatan.
Sehingga akhirnya pemerintah mengambil alih untuk menerapkan PPKM.
"Jadi pertama kali waktu terjadi pemerintah bikin aturan gimana PSBB itu hanya bisa diberlakukan dengan pemohonan dari pemerintah daerah lalu kemudian Menkes yang mengapprove, itu akhirnya memperlambat respon pemerintah. Akhirnya pemerintah mengeluarkan PPKM supaya lebih gitu jadi bersifat top-down," tutur dia.
Tak hanya itu, Sulfikar menilai bahwa PPKM Darurat memiliki cakupan pengetatan aktivitasnya lebih luas dibanding PSBB.
Seperti penutupan mal, aturan kerja dari rumah (WFH) bagi sektor non esensial.
Baca Juga: Aturan Pelaku Perjalanan Selama PPKM Darurat, Anak di Atas 18 Wajib Tunjukkan Surat Vaksin
Sehingga kata Sulfikar, PPKM Darurat lebih baik dari PSBB.
"Kalau kita lihat PPKM darurat ini memang apa penutupannya itu sangat luas, WFH 100 persen, lalu kemudian mal tutup sama kali. Kemudian hanya sektor esensial tertentu yang bisa berjalan normal. Jadi jauh lebih baik," tuturnya.
Lebih lanjut ia menilai yang ideal dalam menekan penyebaran Covid-19 yakni penyekatan antar kota, bukanlah syarat kartu vaksin dan tes PCR.
Penyekatan diyakini dapat menekan mobilitas orang. Namun kata dia, hal tersebut tidaklah mudah diterapkan.
"Jadi tidak ada mobiilitas orang dari satu kota ke kota lainnya, tetapi tentu saja sulit ya itu," kata Sulfikar.
Ia menyebut dengan adanya syarat vaksinasi paling tidak mobilitas masyarakat lebih terskrining.
"Jadi saya kira ada dampaknya juga itu, dibanding kemarin kan bikin aturan orang dengan sangat mudah melakukan perjalanan pakai Genose yang akhirnya dicabut sama pemerintah karena memang bermasalah," tutu dia.
Karena itu ia berharap kebijakan PPKM Darurat dapat menjadi momentum menangani pandemi secara lebih serius dan menekan jumlah kasus covid.
"Jadi kita tidak perlu alami hal yang sama lagi setelah ini," katanya.