Demokrasi Berkedok Orde Baru, Isu Jabatan Tiga Periode Presiden Mencuat

Chandra Iswinarno Suara.Com
Jum'at, 02 Juli 2021 | 20:44 WIB
Demokrasi Berkedok Orde Baru, Isu Jabatan Tiga Periode Presiden Mencuat
Presiden Joko Widodo [SuaraSulsel.id / Sekretariat Presiden RI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah  Hamzah menyatakan, jika saat ini demokrasi Indonesia sedang dicederai. Lantaran, banyak  tuntutan reformasi yang dikorupsi para elite politik secara terang-terangan. 

Menurut pengajar di dari Fakultas Hukum Unmul ini, banyak agenda reformasi yang dilencengkan dan dikorupsi habis-habisan.

“Kita lihat pada proses bagaimana agenda-agenda reformasi ada 6  yang kemudian dikorupsi secara habis-habisan oleh elite politik saat ini,” kata Herdiansyah lewat video diskusi daring, Jumat (2/7/2021). 

Korupsi yang terjadi dalam tuntutan reformasi dapat dilihat dari wacana tiga periode Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal, kata Herdiansyah, jabatan dua periode presiden telah final dan sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. 

Baca Juga: Wacana Presiden 3 Periode, Ruhut Sebut Jokowi Kiriman Tuhan untuk Indonesia

“Di dalam ketentuan pasal 7  Undang-Undang Dasar, tapi kan sudah cukup jelas tidak ada perdebatan.  Harusnya bahwa masa jabatan presiden adalah 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan,” jelasnya. 

Anehnya, menurut Herdiansyah,  Jokowi tidak pernah secara tegas dan eksplisit menolak wacana tersebut. 

“Misalnya, Presiden Jokowi hanya mengatakan ya kita akan mengikuti konstitusi,  kita patuh terhadap konstitusi  dan sebagainya.  Tetapi pernyataan secara eksplisit presiden penolakannya terhadap tawaran  tiga periode tidak ada sama sekali,” ujar Herdiansyah. 

Seharusnya, Jokowi menanggapi isu wacana  dengan memerintahkan partai pendukungnya melakukan deklarasi penolakan. 

“Sebagai orang yang berkuasa dengan dukungan mayoritas partai politik , mestinya presiden kalau kemudian menolak  tiga periode ini,  bisa memerintahkan partai-partai  pendukungnya untuk mendeklarasikan penolakan tiga periode, tetapi sayang sekali tidak dilakukan,” imbuhnya. 

Baca Juga: Jokowi 3 Periode, Ruhut Sitompul: Kalau Terjadi, Rakyat yang Mau

Lanjutnya, bila presiden dapat menjabat tiga periode, maka berpotensi menciptakan kekuasaan yang absolut dan dekat dengan kekuasaan yang korup. 

“Saya pikir kawan-kawan fakultas  hukum  sudah  sering mengutip adagium, kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut itu  cenderung korupsi secara absolut juga,” katanya. 

“Dan kalau kemudian isu ini kita terima saja kita mengamini kekuasaan yang cenderung absolut yang kemudian mengarah kepada otoritarian,” sambungnya. 

Kemudian, agenda reformasi lainnya yang dikorupsi para elite politik, yakni  kembalinya Dwi Fungsi ABRI, dalam hal ini dari unsur Polri. 

Berdasarkan,  data yang disampaikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada 2020 lalu, ada 30 polisi yang menjabat di luar tubuh Polri, dengan rincian 18 orang di Kementerian, 7 orang di non-Kementerian, 4 orang di BUMN, dan sisanya sebagai duta besar dan di asosiasi independen. 

“Artinya apa? Apa yang kita tuntut pada saat reformasi 98  sebenarnya itu juga turut terancam dengan menguatnya kembali peran-peran TNI dan Polri, terutama Polri,” katanya. 

Karenanya, dia pun  menyimpulkan, bahwa saat ini terjadi pembusukan demokrasi yang dilakukan oleh para elite politik. Hal itu kata Herdiansyah mengutip pernyataan dari Ilmuan Politik Amerika Serikat, Samuel Phillips Huntington. 

“Huntington  mengatakan begini,  demokratisasi gelombang ketiga itu jangan-jangan akan dihancurkan bukan oleh aktor-aktor sistemik negara,  extra sistemik seperti militer,  tetapi akan dihancurkan oleh aktor-aktor politik yang sesungguhnya dipilih secara demokratis,” paparnya 

“Kalau kemudian kita membaca situasi demokrasi hari ini justru ya, elite-elite politik yang kemudian dipilih secara demokratis yang berperan besar  dalam melakukan proses pembusukan demokrasi,” tegas Herdiansyah. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI