Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) dianggap sudah bertranformasi menjadi kuasa hukum Firli Bahuri.
Hal itu disampaikan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana setelah menyoroti laporan kasus dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri terkait penggunaan helikopter yang telah dihentikan oleh Dewas KPK.
"ICW beranggapan Dewan Pengawas KPK saat ini tidak lagi bertindak sebagai lembaga pengawas, melainkan sudah bertransformasi menjadi kuasa hukum Firli Bahuri," ucap Kurnia melalui keterangannya, Jumat (2/7/2021).
Dia menjelaskan, sejak awal, laporannya ke Dewas KPK berbeda dengan putusan sidang etik yang hanya memberikan sanksi ringan kepada Firli terkait penggunaan helikopter dari Palembang, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Dugaan Gratifikasi Helikopter Ketua KPK Firli Bahuri, Harga Sewa tak Masuk Akal
"Laporan kami menyasar pada kuitansi pembayaran penyewaan helikopter yang diduga palsu. Sedangkan, putusan sebelumnya terkait gaya hidup mewah Firli. Jelas dua hal itu berbeda," ungkapnya
Menurutnya, Dewas KPK memiliki kewenangan untuk mendalami laporan ICW tersebut.
Terlebih, kata Kurnia, Dewas KPK juga memiliki aturan bahwa perilaku jujur insan KPK menjadi satu hal yang bisa dilaporkan ke Dewan Pengawas (Pasal 4 ayat (1) huruf a PerDewas No 2/20).
Lantaran itu, Kurnia mengatakan, dalam laporan itu ICW menjelaskan duduk persoalan, terutama perihal dugaan diskon yang diperoleh Firli saat menyewa helikopter dan tidak dilaporkan ke bagian gratifikasi dalam kurun waktu 30 hari.
"Dalam PerKom itu juga tercantum, bahwa insan KPK harus menolak setiap gratifikasi yang dianggap suap. Jadi, secara materi pelanggaran, tidak ada alasan bagi Dewan Pengawas untuk menolak laporan tersebut," katanya.
Baca Juga: Firli Bahuri Kembali Dilaporkan Soal Sewa Helikopter saat Mudik ke Palembang
Sebelumnya, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Harris menjelaskan, bahwa terkait laporan dugaan etik Firli naik helikopter ketika kunjungan ke Palembang, Sumatera Selatan, sudah diputus dalam sidang etik sebelumnya yang hanya mengenakan sanksi ringan.
"Perkara etik pak FB (Firli Bahuri) terkait penggunaan helikopter sudah selesai dan diputus dalam sidang etik tahun lalu," ungkap Syamsuddin dihubungi, Kamis (1/7/2021).
Syamsuddin melanjutkan, terkait laporan kemblai terhadap Firli oleh ICW tidak akan ditindaklanjuti.
"Tidak ada tindak lanjut karena perkara etik Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai," katanya.
Dalam laporan ICW, Firli diduga tidak jujur dalam penyewaan helikopter, karena dianggap melanggar kode etik sesuai peraturan Dewas nomor 2 tahun 2020 terutama pasal 4.
"Pada hari ini, ICW melaporkan kembali Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran kode etik. ang diatur dalam peraturan dewas no 2/2020 terutama pasal 4 yang mengatur bahwa setiap insan KPK salah satunya pimpinan KPK harus bertindak jujur dalam berperilaku dan ketika ada penerimaan sesuatu yang kami anggap diskon dalam konteks penyewaan Helikopter itu menjadi kewajiban Firli Bahuri melaporkan ke KPK. Namun, kami tidak melihat hal itu terjadi maka dari itu kami melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK," ungkap Kurnia di Kantor Dewas KPK, Gedung KPK Lama C-1, Jakarta Selatan, Jumat (11/6/2021).
Kurnia mengemukakan dalam putusan itu, untuk biaya sewa helikopter yang digunakan Firli per satu jam sejumlah Rp 7 juta.
"Kami tidak melihat jumlahnya seperti itu, karena 4 jam sekitar Rp 30 juta. Justru, kami beranggapan jauh melampaui itu ada selisih sekitar Rp 140 juta yang tidak dilaporkan oleh ketua KPK tersebut," kata dia.
Dalam laporannya kali ini, kata Kurnia, ICW membawa sejumlah bukti terkait perbandingan harga penyewaan helikopter di sejumlah perusahaan.
Apalagi, kata Kurnia, apa yang disampaikan Firli dengan menyewa Helikopter hanya Rp 7 juta dianggap sangat tidak masuk akal.
Maka itu, Kurnia berharap Dewas KPK dapat menindaklanjuti laporan dan kembali menyidangkan sidang etik terhadap Firli.
"Melihat bukti yang kami uraikan dan memanggil Firli Bahuri untuk selanjutnya disidang untuk dugaan pelanggaran kode etik," imbuhnya.