Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menilai Rektorat Universitas Indonesia melanggar prinsip kebebasan akademisi.
Penilaian YLBHI itu untuk menyoroti pemanggilan pengurus BEM UI usai mereka mengkritik Presiden Joko Widodo sebagai King of Lip Service atau raja janji-jani.
Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan, kesalahan Rektor UI Arif Kuncoro semakin kentara setelah Jokowi menegaskan tidak mempersoalkan kritik BEM UI.
“Pernyataan presiden, terutama yang tidak membenarkan pemanggilan itu, terbilang menarik. Sebab, pernyataan itu turut mempertegas bahwa rektorat UI salah, telah melanggar kebebasan berpendapat di lingkungan akademik," kata Asfinawati kepada Suara.com, Rabu (30/6/2021).
![Unggahan Jokowi The King of Lip Service [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/original/2021/06/28/95614-unggahan-jokowi-the-king-of-lip-service-instagram.jpg)
Namun, Asfin tetap mengkritik pernyataan Jokowi saat merespons kritik BEM UI. Sebab, Jokowi masih menyatakan kritik dibolehkan asal merujuk cara sopan santun.
“Ini kan kritik kepada pemerintah, masak ukurannya sopan. Pendapat di ruang publik itu batasnya tidak boleh rasis dan memuat ujaran kebencian, itu saja,” kata Asfin.
Apalagi, parameter kesopanan di setiap wilayah berbeda karena beragamnya budaya Indonesia.
“Sopan itu ukuran yang absurd, berbeda-beda pada setiap kebudayaan. Buat sebagian besar Jawa, bicara dengan intonasi tinggi, suara keras, tidak sopan. Tapi beberapa kebudayaan lain biasa saja,” jelasnya.
Oleh karenanya, Asfinawati mengkhawatirkan kritik terhadap pemerintah yang diukur memakai pemaknaan sopan santun berpotensi sebagai alat kriminalisasi.
Baca Juga: Indonesia Darurat Covid-19, Harusnya Jokowi yang Pimpin Langsung, Bukan Luhut
“Bisa (berpotensi pemidanaan). Kan presiden bilang begini (boleh mengkritik), tapi (sopan). Nah di sinilah kenapa kami protes terhadap (pasal) penghinaan presiden,” ucapnya.