Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menilai pernyataan yang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mempermasalahkan dirinya dikritik tak dapat dijadikan jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan, pernyataan Jokowi seperti itu telah berulang kali disampaikan.
“Statemen presiden dalam mempersilakan kritik sudah beberapa kali, termasuk yang kemarin perihal King of Lip Service. Tapi, itu tidak menjawab permasalahan menyusutnya kebebasan sipil,” kata Rivanlee saat dihubungi Suara.com, Rabu (30/6/2021).
Rivanlee menegaskan, seharusnya pernyataan itu dibarengi dengan tindakan yang nyata.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Lip Service yang Heboh Dikaitkan kepada Presiden Jokowi
“Presiden semestinya bukan mempersilakan saja, tapi menjamin kebebasannya. Mulai dari tingkat pelaksana sampai dengan aturan yang membatasi kebebasan berekspresi,” ujar dia.
Tindakan nyata itu dapat dibuktikan Jokowi dengan mengusut tuntas dugaan upaya pembungkaman yang dialami masyarakat sipil berupa peretasan, doxing. Termasuk yang terakhir kasus peretasan yang dialami para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI).
“Karena presiden bukan sekali mempersilakan orang kritik, tapi implementasinya buruk. Tidak ada jaminan untuk pengkritik karena ada ancaman peretasan, doxing, virtual police,” papar Rivanlee.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak menyoal adanya kritik dari BEM Universitas Indonesia yang menyebut kepala negara sebagai King of Lip Service. Terkait kritikan itu, Jokowi menganggap kritik sah-sah saja disampaikan asalkan santun.
Menurutnya, kritikan itu disampaikan BEM sebagai bentuk ekspresi berpendapat.
Baca Juga: Aksi Peretasan Bungkam BEM UI yang Kritik Jokowi, Mardani: Bahaya Kalau Terus Dibiarkan
"Ada yang menyampaikan the King of Lip Service. Ya saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa," ujar Jokowi dalam video diunggah di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (29/6/2021
Jokowi juga menganggap pimpinan kampus jangan sampai membungkam adanya kritik yang diungkapkan para mahasiswa. Diketahui, pihak rektorat UI sempat memanggil pengurus BEM UI usai kritikan terhadap Jokowi viral di media sosial.
"Jadi kritik itu boleh-boleh saja dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi," ucap dia.
Kendati demikian, Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia memiliki budaya tata krama dan kesopansantunan
"Tapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunannya," ucap dia.