Penolakan Amandemen UUD 1945
Wacana amandemen UUD 1945 telah memicu pro dan kontra. Banyak penolakan diungkapkan seputar amandemen UUD 1945, salah satunya berasal dari Partai NasDem.
Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR RI, Saan Mustopa menyatakan bahwa Nasdem tidak setuju dengan wacana amandemen Undang-undang Dasar 1945, termasuk salah satunya untuk mengubah konstitusi terkait penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Kalau Nasdem dari awal kami tidak setuju amandemen UUD 45. Kami tetap ingin undang-undang yang sudah diamandemen berkali-kali tetap dipertahankan, apapun itu soal terkait GBHN dan sebagainya," kata Saan di Kompleks Parlemen DPR, Selasa (22/6/2021).
"Jadi Nasdem sampai hari ini tetap konsisten tidak ingin amandemen UUD," sambungnya.
Saan menegaskan untuk masa jabatan presiden menjadi tiga periode, Nasdem tidak menyetujui. Menurutnya pembatasan masa jabatan menjadi dua periode sudah menjadi amanat reformasi. Karena itu perlu dipertahankan, bukan malah ditambah.
"Ini menjadi amanat reformasi yang harus kita jaga kita pertahankan. Dan kita juga sudah punya pengalaman terkait masa jabatan presiden lebih dari dua kali, itu potensi terkait dengan hal-hal yang negatif banyak sekali. Jadi kami tetap ingin masa jabatan presiden tetap dua periode saja," kata Saan.
Selain NasDem, PAN juga ikut menolak wacana amandemen 1945 yang bisa berujung dengan penambahan masa periode presiden.
Ketua Fraksi PAN di DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan fraksinya menolak soal wacana itu karena tidak sesuai dengan konstitusi. Di mana, konstitusi membatasi jabatan presiden maksimal dua periode.
Baca Juga: Soal King Of Lips Service, PPP: Yang Dikiritik Tak Masalah, Yang Panas Birokrat Kampusnya
"Karena kami taat konstitusi. Karena konstitusi saat ini jabatan presiden bisa diperpanjang 5 tahun kemudian untuk satu masa bakti atau periode. Jadi maksimal hanya dua periode," kata Saleh di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Senin (21/6/2021).